Syahrir menilai bahwa mahasiswa tahun ini memiliki semangat yang lebih terbuka dalam menjelaskan metode penelitian dan latar belakang masalah.
“Yang kami cari adalah keaslian. Ketika mahasiswa memahami apa yang ia teliti, ia akan berbicara dengan tenang dan jujur. Itu jauh lebih baik dibanding sekadar menghafal,” tambahnya.
Sebagai dosen yang juga aktif dalam dunia seni, Syahrir mengajak mahasiswa untuk tidak takut menunjukkan kreativitas dan keberanian berpikir.
“Dunia akademik itu luas. Jangan takut memberi warna. Keberanian mengemukakan ide adalah bekal penting di luar sana,” katanya.
Komentarnya memberi sentuhan humanis, seolah mengingatkan mahasiswa bahwa akademik bukanlah tembok kaku, melainkan ruang berkembang.
Ujian Dimulai: Deg-degan, Haru, dan Langkah yang Lebih Mantap
Saat nama peserta pertama dipanggil, suasana berubah hening. Mahasiswa berjalan masuk dengan langkah pelan, sebagian menggenggam kuat map mereka, sebagian lainnya memejamkan mata sejenak untuk menenangkan diri.
Di dalam ruangan, para penguji—termasuk Rektor, Ketua Yayasan, Pembina Yayasan, Bendahara Yayasan dan dosen-dosen senior—menciptakan atmosfer akademik yang ketat namun tetap ramah.
Di luar, teman-teman saling menyemangati, berbagi air mineral, atau sekadar memastikan temannya tersenyum sebelum dipanggil.
Beberapa mahasiswa keluar dengan mata berkaca, bukan karena tertekan, tetapi lega. Ada yang langsung menelpon orang tuanya sambil berkata, “Sudah selesai, Pak… Alhamdulillah.”
Reni Mardiana, Tim 2 dengan NIM 9213490210040 tinggal di Kecamatan Bontoramba langsung
merasa lega dan bersyukur diberi penguji yang pengertian kepada mahasiswanya sehingga sidang kali ini berjalan dengan lancar dan berharap diberi nilai yang bagus.
“Begitu namanya disebut rasanya sesak napas dan gemetar tapi dengan adanya pengertian dari dosen penguji yang berjumlah 4 orang, takut dan gemetar berangsur hilang dan untuk sidang ke 2 dan seterusnya tidak sesak lagi,” ungkap Reni.
Lebih dari Sekadar Ujian
Bagi kampus, ujian meja adalah langkah menjaga kualitas lulusan. Bagi mahasiswa, ini adalah pintu menuju kesempatan baru. Namun bagi keluarga yang menunggu di luar, hari itu adalah bukti bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia.
Di tengah semangat itu, INTI Jeneponto kembali menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya tentang nilai akhir, tetapi tentang proses, karakter, dan kemanusiaan. ( Ardhy M Basir )

