Idealnya, Strategi Penyelesaian Sengketa Perdata Islami Perdamaian & Mediasi
PEDOMANRAKYAT, BANGKALAN - Ketua Pengadilan Agama Bangkalan, Dewiati, SH, MH., mengemukakan, strategi penyelesaian sengketa perdata Islam idealnya mengutamakan perdamaian (shulh) dan mediasi. Jika tidak tercapai kesepakatan dalam perdamaian dan mediasi, maka dapat melalui peradilan (qadha’).
“Sistem penyelesaian sengketa Islam menyeimbangkan nilai moral (etika Islam) dan prinsip hukum positif Indonesia, menuju keadilan substantif dan kemaslahatan bersama,” ujar Dewiati, SH, MH., saat membawakan materi “Strategi Penyelesaian Sengketa Perdata Islami,” yang dilaksanakan Fakultas Keislaman Universitas Trunojoyo Bangkalan, Madura, Rabu (19/11/2025).
Selain Ketua Pengadilan Agama Bangkalan Dewiati, SH, MH., juga tampil membawakan materi pada acara tersebut Dr. Harijah Damis, SH, MH,. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kegiatan ini sebagai penguatan peran mediator dan upaya menumbuhkan budaya damai melalui kolaborasi yang erat antara lembaga peradilan dan akademisi dilaksanakan Program Studi Hukum Bisnis Syariah Fakultas Keislaman Universitas Trunojoyo Madura. Aktivitas ini berupa “refresment (penyegaran) mediator menumbuhkan budaya damai di pengadilan melalui sinergi dan kolaborasi perguruan tinggi.
Kegiatan ini dihadiri Rektor Universitas Trunojoyo Madura Prof. Dr. Syafi, MH., Dekan Fakultas Keislaman Dr. Abdur Rohman, Koordinator Program Studi Hukum Bisnis Syariah Muttaqin Choiri, M.HI. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan atau yang mewakili sekaligus pemateri Ibu Dr. Hj. Harijah D. MH,. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bangkalan atau yang mewakili, Direktur LBH Fakultas Keislaman, para Mediator Hakim maupun Non-Hakim di lingkungan Pengadilan Agama, Ketua APSI, Ketua PERADI, Ketua LBH Tretan para tamu undangan lainnya.
Dewiati mengatakan, sengketa perdata Islam adalah perselisihan antara pihak-pihak terkait hukum perdata yang secara spesifik mengacu pada hukum-hukum islam. Ini mencakup masalah-masalah seperti waris, perkawinan, dan harta benda, yang penyelesaiannya mengacu pada prinsip-prinsip syariah islam.
“Ciri-ciri utama sengketa perdata islam yaitu: pihak yang bersengketa mengakui hukum islam sebagai dasar penyelesaian; objek sengketa berkaitan dengan hukum perdata yang diatur dalam syariah seperti: hukum waris, hukum perkawinan, perjanjian jual beli, sewamenyewa, pinjam meminjam dan perselisihan hak atas benda,” ujar Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Majene (2017) tersebut.
Ketua PA Majene (2018) ini menyebutkan, strategi penyelesaian sengketa perdata Islam adalah pendekatan dan metode yang digunakan untuk menyelesaikan perselisihan perdata (seperti masalah perkawinan, warisan, dan transaksi ekonomi syariah) berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam.
“Di Indonesia, penyelesaian sengketa perdata Islam dilakukan melalui dua jalur utama: Nonlitigasi (di luar pengadilan), dan Litigasi (melalui Pengadilan Agama,” ujar Wakil Ketua PA Polewali (2019) itu.
Ketua PA Polewali (2020) ini mengatakan, nonlitigasi ialah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, tujuan utama strategi ini adalah mencapai ishlah (perdamaian) sesuai prinsip Islam, yakni mengedepankan musyawarah dan keadilan.
“Bentuk penyelesaian nonlitigasi ini terjadi ketika para pihak yang berselisih melakukan perundingan mengenai permasalahan yang sedang terjadi untuk memperoleh jalan keluar atau solusi yang menguntungkan kedua belah pihak tersebut,” ungkap Hakim PA Jakarta Selatan (2022) tersebut.
Wakil Ketua PA Sengkang (2022) ini mengungkapkan, kelebihan proses penyelesaian sengketa secara nonlitigasi ini ialah akan memperoleh suatu kesepakatan yang bersifat “win-win solution” atau tidak ada yang dirugikan atas kesepakatan tersebut, waktu penyelesaian sengketa yang cepat karena tidak adanya prosedural dan administratif, dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dan tetap menjaga hubungan baik di antara para pihak.
Penyelesaian melalui musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara para pihak.
“Dalam hukum Islam, musyawarah tidak hanya dipakai dalam muamalat, bahkan pernah dipakai sebagai alternatif penyelesaian sengketa politik di luar pengadilan yaitu, berkenaan dengan pemilihan pemimpin/ khalifah pascawafatnya Rasulullah saw. Sepanjang hidupnya Rasul tidak pernah secara tegas menyampaikan kepada siapa estafet kepemimpinan akan ia berikan. Dan, tak pernah ada suatu hadis apalagi ayat Alquran yang menerangkannya, bahkan sampai akan wafat pun Rasulullah saw tidak pernah memberikan wasiat siapa yang akan menggantikan beliau sebagai kepala negara,” ungkap Perempuan yang mulai menjabat Ketua PA Bangkalan Madura 2024 ini, kemudian menambahkan, berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami dengan jelas bahwa Nabi Muhammad saw menghendaki agar para pengikutnya dapat mengatasi persoalan politik ini dengan cara musyawarah dan mufakat.
Dewiati juga mengutip firman Allah swt dalam Alquran surah Asy-Syura (42) ayat 38 dan surah Ali Imran(3) ayat 159: Dan urusan mereka musyawarahkanlah di antara mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tertentu.” Dia juga mengutip Iman Jauhari, ada tuntunan Nabi Muhammad saw dalam bermusyawarah yang harus ditiru, yaitu: bersikap lemah lembut; memberi maaf dan membuka lembaran baru. Jangan mengulangi kesalahan yang lama; dan bila sudah tekad bulat, hasil musyawarah dilaksanakan dengan tawakkal kepada Allah swt.
Menyangkut persoalan mediasi, kata Dewiati, adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu mediator. Pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian suatu sengketa dapat dilakukan secara litigasi maupun nonlitigasi. Mediasi dapat dilakukan sebelum atau saat proses persidangan.
Ketentuan pasal 1 angka (7) PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menjelaskan bahwa mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Adapun fungsi mediator dalam suatu proses mediasi pada prinsipnya hanya bertindak sebagai penengah atau wasit. Mediator bisa dari unsur hakim atau non-hakim yang tersertifikasi.
Menurut Dewiati, tujuan mediasi yaitu menghasilkan kesepakatan damai yang disahkan oleh hakim dalam bentuk akta perdamaian yang berkekuatan hukum tetap. Terhadap akta perdamaian tersebut dapat dimintakan eksekusi apabila salah satu pihak tidak melaksanakan isi akta perdamaian dimaksud, karena akta tersebut bersifat final dan ‘binding’ (mengikat).
Penyelesaian kasus melalui konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak (klien) dan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya atau saran kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien. Konsultan hanya memberikan pendapat (hukum) sebagaimana diminta oleh kliennya, dan selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil oleh para pihak.
“Terdapat tiga etika dasar konseling, yaitu: kerahasiaan; Kesukarelaan; dan keputusan diambil oleh klien sendiri (kemandirian),” sebut Dewiati.
Adapun negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa antara dua orang atau lebih untuk melakukan kompromi atau tawar-menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk mencapai kesepakatan. Penggunaan negosiasi dalam penyelesaian sengketa perdata islam berdasarkan Alquran surah An-nisa’(4) ayat 135: Negosiasi merupakan salah satu cara yang paling cepat, tepat, aman dan rahasia, karena negosiasi adalah penyelesaian oleh para pihak tanpa melibatkan orang lain.
Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda, yang merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak.
Sementara Arbitrase, imbuh Dewiati, adalah usaha perantara dalam meleraikan sengketa atau peradilan wasit, sedangkan orang yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bersengketa untuk memberikan keputusan yang akan ditaati oleh kedua belah pihak disebut arbiter.
Menurut Pasal 5 ayat (1) Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian sengketa dan Arbitrase, objek penyelesaian dengan arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan, dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, dan hak milik intelektual. (mda).

