“Anak-anak mungkin datang dengan berbagai pakaian adat hari ini. Tapi sesungguhnya, mereka datang membawa sesuatu yang jauh lebih berharga: rasa hormat dan kasih yang membuat profesi ini bertahan.”
Guru-guru saling menatap. Mereka tahu betul, menjadi guru bukan hanya soal mengajar membaca dan menghitung. Ada hari-hari ketika mereka harus menjadi penyemangat, pelindung, tempat curhat, bahkan rumah sementara bagi murid yang tengah kehilangan pegangan.
Dan hari itu, semua perjuangan mereka seperti dilipat kembali dalam satu bingkai kebahagiaan.
Di akhir acara, murid-murid berlarian menuju guru-guru mereka sambil memberi bingkisan dan mengucapkan : “Selamat Hari Guru, Bu… Pak…”
Beberapa guru memeluk muridnya erat—pelukan hangat yang tak membutuhkan kata apa pun. Pelukan yang mengingatkan mereka mengapa mereka memilih jalan panjang bernama pendidikan.
Hari Guru di Makassar tahun ini menjadi lebih dari sekadar peringatan. Ia menjelma menjadi momen pengakuan, bahwa hubungan guru dan murid bukan hanya tentang ilmu… tetapi tentang kasih, tentang kehadiran, tentang upaya diam-diam yang sering tak terlihat.
Dan ketika seluruh murid dan guru berkumpul untuk berfoto bersama, pakaian adat yang beraneka rupa itu seolah menjadi simbol: bahwa dari beragam asal, mereka dipersatukan oleh satu hal—cinta pada pendidikan dan mereka yang mengabdikan hidup untuk mengajar. ( Ardhy M Basir )


