PEDOMANRAKYAT, TORAJA - Di balik rimbun perbukitan Mengkendek, suara masyarakat Toraja kembali menguat melalui sosok Parengnge Tongkonan Mangasi, Puang Ferdy Mangasi Andilolo. Tokoh adat yang disegani ini kepada PR.co.id menyatakan dengan tegas penolakannya atas wacana menjadikan Kecamatan Mengkendek sebagai lokasi program transmigrasi.
Keresahan itu muncul setelah beredar kabar bahwa wilayah Mengkendek masuk dalam kajian program transmigrasi pemerintah pusat. Meski Wakil Bupati Tana Toraja telah menjelaskan bahwa program tersebut masih dalam tahap kajian akademik oleh perguruan tinggi yang ditunjuk, Puang Ferdy merasa perlu menyampaikan sikap terbuka demi menjaga harmoni tanah leluhur.
Baginya, Toraja bukan sekadar wilayah administratif. Ia adalah ruang hidup yang sarat nilai. Karena itu, ia menilai program transmigrasi dari luar daerah tidak lagi tepat diterapkan, terutama mengingat keterbatasan lahan yang kini kian dirasakan warga.
“Adaptasi sosial, budaya, bahkan agama itu tidak sederhana. Tanah kita juga makin sempit. Kami tidak ingin ada masalah dan kesenjangan adat, budaya, dan kehidupan sosial,” ujarnya.
Puang Ferdy tidak menutup pintu sepenuhnya. Ia menegaskan bahwa perpindahan penduduk dalam konteks transmigrasi lokal—terutama bagi warga terdampak bencana di wilayah Toraja—dapat diterima, selama lokasinya jelas dan memiliki alas hak yang kuat.
Karena itu, ia meminta agar DPRD dan para pemangku kepentingan lainnya duduk bersama mengkaji ulang program tersebut dan memastikan ada regulasi yang berpihak pada masyarakat.
“Banyak potensi masalah yang bisa muncul kalau tidak dipikirkan matang-matang. Lebih baik program itu ditolak atau dibatalkan,” harapnya.
Pernyataan itu disampaikan tak lama setelah Puang Ferdy menerima penghargaan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Luar Negeri RI, Kamis, 27 November 2025—sebuah pengakuan atas kiprahnya menjaga nilai, budaya, dan kehidupan sosial masyarakat Toraja.
Di tengah perubahan yang terus bergerak, suara Puang Ferdy menjadi pengingat bahwa setiap kebijakan harus berpijak pada kebutuhan masyarakat dan kearifan lokal yang telah lama menjaga keseimbangan hidup di tanah Tongkonan. (ab)

