Pasal 4 ayat (3): Pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi publik.
Pasal 18 ayat (1): “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalistik dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.”
Artinya, tindakan pelarangan tanpa alasan hukum yang kuat dapat berpotensi masuk kategori penghalang-halangan kerja jurnalistik dan dapat dikenai sanksi pidana.
2. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
Menjamin hak masyarakat untuk mengetahui proses pengambilan keputusan publik, termasuk dialog resmi antara lembaga negara dan kelompok buruh.
3. Permenhub No. PM 34 Tahun 2012, Mengatur fungsi KSOP yang wajib menjalankan pelayanan dan pengawasan secara transparan, bukan dengan menutup akses media dalam persoalan publik.
Dengan tidak adanya dasar hukum kuat untuk menutup akses peliputan—seperti alasan keamanan negara atau rahasia strategis, pembatasan yang dilakukan KSOP dinilai tidak berdasar.
Larangan ini menimbulkan persepsi bahwa KSOP, tidak transparan dalam menangani aduan buruh, menutupi proses dialog publik, menghindari pengawasan media, dan berpotensi menyalahgunakan kewenangan.
Serikat buruh menilai tindakan ini semakin menguatkan dugaan bahwa KSOP tidak serius mengakomodasi aspirasi pekerja TK Bagasi.
Aktivis media, organisasi pers, dan kelompok buruh kini mendorong, klarifikasi resmi dari KSOP Makassar, evaluasi terhadap Musafir, Kasi II Lala KSOP Makassar, serta penjaminan agar insiden penghalang-halangan peliputan tidak kembali terulang pada agenda-agenda publik di institusi pelabuhan.
Hingga saat ini, Kamis (11/12/2025), belum ada pernyataan resmi dari pihak KSOP Makassar Utama terkait pelarang peliputan terhadap awak media pada mediasi buruh TK Bagasi yang berlangsung Rabu, 11 Desember 2025. (Restu)

