PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Hujan turun pelan di Jalan Balaikota, Sabtu (13/12/2025) pagi itu. Langit Makassar seolah ikut menunduk, memberi ruang bagi sejarah untuk kembali berjalan di atas aspal. Di depan Museum Kota Makassar, deru mesin mobil-mobil tua memecah sunyi, menandai dimulainya Makassar Urban Heritage City Rally 2025.
City rally yang digelar Dinas Pariwisata Kota Makassar ini menjadi bagian dari perayaan Hari Ulang Tahun ke-418 Kota Makassar. Bukan sekadar pawai kendaraan, kegiatan ini menghadirkan perjalanan lintas waktu—menyusuri jejak kejayaan kota tua melalui roda-roda berusia puluhan tahun.
Sedikitnya 15 mobil klasik, rata-rata keluaran era 1940-an, tampil mencuri perhatian. Cat yang mulai pudar, bodi yang sarat cerita, dan suara mesin yang berat namun setia, seolah menjadi saksi hidup perjalanan panjang Makassar. Di antara mereka, hadir pula lima mobil listrik serta kendaraan keluaran tahun 2000-an, simbol perjumpaan masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam satu iring-iringan.
Hujan yang turun tak menyurutkan semangat peserta. Payung terbuka, jas hujan dikenakan, namun senyum tetap mengembang.
Dari Museum Kota Makassar, rally dilepas oleh Kepala Dinas Pariwisata Makassar Achmad Hendra Hakamuddin menuju Fort Rotterdam, benteng peninggalan Kerajaan Gowa yang kokoh berdiri menantang zaman. Perjalanan berlanjut ke Makam Raja Tallo, tempat para raja beristirahat dalam keabadian, lalu ke Rumah Pangeran Pettarani, Masjid Kubah, sebelum kembali finis di depan Museum Kota Makassar.
Sepanjang rute, warga menyambut dengan lambaian tangan dan kamera ponsel yang terangkat. Anak-anak menunjuk takjub pada mobil-mobil yang mungkin hanya mereka lihat di buku sejarah. Di sinilah city rally menemukan maknanya—mendekatkan generasi hari ini dengan warisan yang nyaris terlupa.
Makassar Urban Heritage City Rally 2025 bukan sekadar perayaan ulang tahun kota. Ia adalah pengingat bahwa Makassar tumbuh dari sejarah panjang, dan masa depan hanya akan bermakna jika akar-akar itu terus dirawat. Di bawah hujan, di antara mesin tua dan teknologi baru, Makassar merayakan dirinya—sebuah kota yang hidup dari ingatan dan harapan. (Ardhy M Basir)

