“Bicara Sejarah, Sejarah Berbicara” Siapa Itu Daeng Mangalle?

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Daeng Rurung disebut sebagai anak yang lebih dewasa ketika meninggalkan tanah Sulawesi. Dalam berbagai cerita lisan, ia digambarkan memiliki kecerdasan dan keteguhan watak. Di Eropa, ia hidup di tengah budaya yang sama sekali asing: bahasa yang tak ia pilih, adat yang tak ia kenal, dan identitas yang perlahan dinegosiasikan.

Ia bukan lagi sepenuhnya bangsawan Gowa, tetapi juga tak pernah menjadi orang Eropa. Hidupnya berada di antara dua dunia—menjadi simbol keterasingan yang dialami banyak anak jajahan.

Daeng Ta Lolo: Anak Kecil yang Kehilangan Kampung Halaman

Berbeda dengan saudaranya, Daeng Ta Lolo diyakini masih sangat muda saat dibawa ke luar negeri. Nama “Ta Lolo” sendiri dalam tradisi Bugis-Makassar merujuk pada anak kecil—sebuah penanda usia sekaligus kepolosan.

Ia tumbuh besar jauh dari bahasa ibu, tanpa melihat laut Makassar, tanpa mendengar kisah kepahlawanan kakeknya dari mulut orang-orang Gowa. Dalam sunyi sejarah, Daeng Ta Lolo menjadi lambang paling getir dari kolonialisme: seorang anak yang tumbuh tanpa akar.

Sejarah yang Perlu Dipeluk Kembali

Diskusi di Warkop Om Ben itu tak melahirkan kesimpulan final. Namun justru di situlah letak keindahannya. Sejarah, seperti kata mereka, bukan sekadar tanggal dan nama. Ia adalah kisah manusia—tentang kehilangan, perpisahan, dan daya tahan.

“Kalau kita tidak membicarakan Daeng Mangalle dan anak-anaknya hari ini,” ujar Arwan D Awing, salah satu dari mereka di sela diskusi, “maka mereka akan benar-benar hilang untuk kedua kalinya.”

Di antara denting sendok dan sisa kopi di dasar cangkir, Daeng Mangalle seolah kembali hidup. Bukan sebagai patung atau nama jalan, tetapi sebagai seorang ayah. Dan Daeng Rurung serta Daeng Ta Lolo hadir bukan sebagai catatan kaki sejarah, melainkan sebagai anak-anak yang pernah kehilangan rumahnya.

Baca juga :  Dinkes Sulsel Mulai Tahapan Rekruitmen Tenaga Gizi Pendamping Desa

Di sudut kota Makassar itu, sejarah memang tak berteriak. Ia berbicara pelan—asal kita mau mendengarkan. ( Ardhy M Basir / berbagai sumber )

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

HUT ke-130 BRI, Agen BRILink Sinjai Sampaikan Ucapan dan Apresiasi

PEDOMANRAKYAT,  SINJAI -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sinjai memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-130 tahun...

Kejari Pinrang Musnahkan BB Sejumlah Kasus Narkoba dan Perkara Pidana lainnya

PEDOMANRAKYAT, PINRANG-- Kejaksaan Negeri (Kejari) Pinrang kembali memusnahkan Barang Bukti (BB) yang berasal dari pengungkapan sejumlah perkara pidana...

Aksi Nyata Pelayanan Publik, Bhabinkamtibmas dan Babinsa Sambung Jawa Kawal Pelajar

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Sinergitas TNI–Polri kembali terlihat nyata di Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang Kota Makassar melalui kegiatan...

Kompol Mursalim Pimpin Renovasi Sumur Umum di Pekuburan Beroangin

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Komandan Batalyon (Danyon) A Pelopor Satbrimob Polda Sulsel, Kompol Mursalim M., S.E., M.M., memimpin langsung...