PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pergantian tahun tak selalu harus dirayakan dengan gemuruh petasan dan riuh konvoi kendaraan. Di Makassar, Tahun Baru 2025 ke 2026 justru dipilih untuk disambut dengan keheningan yang bermakna—sebuah jeda untuk merenung, berempati, dan berdoa bersama.
Pemerintah Kota Makassar secara tegas melarang penggunaan kembang petasan dan konvoi kendaraan pada malam pergantian tahun. Kebijakan ini bukan semata soal ketertiban, tetapi juga panggilan nurani untuk berbagi rasa dengan masyarakat di sejumlah wilayah Indonesia, khususnya di Sumatra dan Aceh, yang tengah dilanda bencana.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menyampaikan bahwa suasana duka yang masih menyelimuti sebagian saudara sebangsa seharusnya menjadi pengingat bahwa perayaan tidak selalu identik dengan hingar-bingar.
“Kami bersama pihak kepolisian dan TNI memastikan tidak ada petasan pada malam tahun baru. Ini bukan hanya soal keamanan, tapi juga soal empati,” ujar Munafri di Media Center Balai Kota Makassar, Rabu (17/12/2025).
Menurut Munafri, kembang petasan dan konvoi kendaraan kerap menimbulkan kebisingan, gangguan lalu lintas, bahkan potensi kecelakaan. Namun lebih dari itu, perayaan yang berlebihan dinilai kurang selaras dengan nilai kepedulian sosial di tengah musibah yang sedang terjadi.
“Petasan bisa mengganggu ketertiban lingkungan. Dan yang lebih penting, ini adalah wujud empati kita kepada saudara-saudara kita yang saat ini sedang tertimpa musibah, khususnya di Sumatra dan Aceh,” tuturnya.
Larangan tersebut juga mencakup penggunaan knalpot bising serta kerumunan terpusat di satu lokasi. Pemerintah Kota Makassar ingin memastikan malam pergantian tahun berlangsung aman, tertib, dan penuh kesadaran kolektif.
Di balik kebijakan itu, terselip ajakan moral: menjadikan pergantian tahun sebagai momentum introspeksi. Alih-alih merayakan dengan kemeriahan, warga diajak untuk menundukkan kepala, menguatkan doa, dan menumbuhkan rasa syukur.
Sebagai wujud nyata, Pemerintah Kota Makassar akan menggelar doa dan zikir bersama pada malam pergantian tahun. Kegiatan ini direncanakan menjadi ruang kebersamaan lintas warga, sekaligus simbol solidaritas kemanusiaan.
“Pergantian tahun kita isi dengan doa bersama. Kita berdoa agar Makassar dijauhkan dari bencana, dan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah diberi kekuatan serta ketabahan,” kata Munafri.
Usai doa dan zikir bersama, masyarakat diimbau untuk kembali ke rumah masing-masing dan merayakan tahun baru secara sederhana bersama keluarga.
“Setelah itu, kita pulang ke rumah, berkumpul dengan keluarga. Tahun baru kita mulai dengan ketenangan dan harapan,” pungkasnya.
Di Makassar, malam tahun baru kali ini bukan tentang siapa yang paling meriah, melainkan siapa yang paling peduli. Sebuah pesan sunyi bahwa empati adalah perayaan paling bermakna. (Ardhy M Basir)

