Sementara itu, Prof. Muammar Bakry menilai arah transformasi layanan keagamaan yang dijalankan Kemenag Sulsel telah berada di jalur yang tepat. Ia mengapresiasi komitmen menjaga keseimbangan antara pelayanan publik dan nilai-nilai keagamaan.
“Ke depan, kolaborasi dengan perguruan tinggi perlu diperluas agar kebijakan berbasis riset dan praktik baik dapat terus dikembangkan,” ujarnya.
Ia juga mendorong agar praktik-praktik baik di lapangan dapat terdokumentasi dan direplikasi menjadi kebijakan yang lebih sistemik.
Adapun Dr. Hj. Yuspiani menekankan pentingnya inklusivitas dan keterlibatan publik dalam transformasi layanan keagamaan. Menurutnya, transformasi tidak cukup bersifat normatif, tetapi harus memastikan layanan dan infrastruktur dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan dan penyandang disabilitas.
“Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan evaluasi program juga perlu diperkuat agar kebijakan yang dirumuskan lebih kontekstual dan menjawab kebutuhan riil,” tuturnya.
Melalui forum Refleksi Kepemimpinan dan Policy Talk ini, Kakanwil Kemenag Sulsel menegaskan komitmennya untuk menjadikan masukan para narasumber sebagai bagian dari penguatan kebijakan ke depan. Penguatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan inklusivitas layanan, perluasan kolaborasi lintas sektor, serta pemanfaatan teknologi dan digitalisasi layanan menjadi sejumlah isu strategis yang terus didorong.
Forum ini sekaligus menegaskan, transformasi layanan keagamaan tidak hanya diukur dari capaian administratif, tetapi dari dampak kebijakan, keberlanjutan program, serta kepercayaan publik terhadap layanan Kementerian Agama di Sulawesi Selatan, tandas Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan, Dr. H. Ali Yafid. (Hdr)

