PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Malam pergantian tahun selalu punya cara sendiri untuk menggoda. Lampu-lampu kota Makassar bersiap menyala lebih lama, jalanan mulai dipenuhi kendaraan, dan langit seakan menunggu dentuman kembang api yang biasanya menjadi penanda awal tahun baru. Namun menjelang Tahun Baru 2026, suasana itu terasa berbeda—lebih sunyi, lebih waspada.
Di balik gemerlap yang dinanti, aparat kepolisian dan Pemerintah Kota Makassar mengirimkan pesan tegas: tidak ada lagi ruang untuk euforia yang membahayakan. Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menegaskan larangan keras terhadap petasan, konvoi kendaraan, balap liar, knalpot brong, hingga aksi ugal-ugalan di jalan raya. Tahun ini, toleransi benar-benar ditutup.
Bagi sebagian warga, larangan itu mungkin terasa membatasi kegembiraan. Namun bagi yang pernah mendengar jerit sirene ambulans di malam tahun baru, atau melihat anak-anak terbangun karena ledakan petasan, kebijakan ini justru membawa rasa lega. Keselamatan, kata mereka, tak pernah seharusnya dikorbankan demi satu malam perayaan.
Secara hukum, negara tidak sedang bercanda. Petasan yang memicu bahaya umum dapat menjerat pelakunya dengan Pasal 187 KUHP, ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara jika berujung kebakaran atau ledakan. Kerusakan barang akibat ulah serupa bisa berlanjut ke Pasal 406 KUHP, sementara konvoi dan kebut-kebutan di jalan raya terancam sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009.
Pemerintah Kota Makassar menegaskan bahwa merayakan pergantian tahun adalah hak, tetapi hak itu dibatasi oleh kewajiban menjaga ketertiban dan keselamatan publik. Aparat gabungan Polri, TNI, dan pemerintah daerah disiagakan penuh di jalan protokol, pusat kota, kawasan wisata, hingga titik-titik rawan pelanggaran. Kota ini dijaga bukan untuk membatasi kebahagiaan, melainkan melindungi nyawa.
Pesan aparat terdengar sederhana namun mengikat: euforia sesaat tak sebanding dengan risiko hukuman bertahun-tahun, apalagi kehilangan keselamatan. Malam Tahun Baru 2026 bukan panggung kebebasan tanpa batas, melainkan ujian kedewasaan warga kota.
Di bawah langit Makassar yang akan berganti tahun, harapannya satu—agar pergantian angka di kalender benar-benar diiringi perubahan sikap. Merayakan dengan tenang, pulang dengan selamat, dan memulai tahun baru tanpa duka. Jika itu terwujud, mungkin itulah pesta tahun baru yang paling bermakna. ( Ardhy M Basir )

