Oleh M. Dahlan Abubakar
INDAR Bahadi juga menyinggung masalah pengontrolan dan pengawasan terhadap kapal yang menjadi domain Syahbandar, kini malah ada instansi lain yang mengintervensi. Itu karena ada “gula” di sana. Ini merupakan bentuk ketimpangan dan ketidaknormalan dalam pengelolaan operasional suatu kewenangan. Orang-orang yang berpengalaman, malah mengambil sikap diam.
“Jadi, tidak ada perubahan. Sebab, saya dari Sabang hingga Merauke sudah ‘putar’ semua. Karakter suku-suku di Indonesia, saya tahu. Sudah tiga puluh tahun menjalani pekerjaan ini. Masuk ke pelosok-pelosok. Kalau mau buat peta dan biografi suku orang Indonesia, tanya orang (pelaut) Pelni. Pengalaman mereka berinteraksi dengan masyarakat pasti tahu. Itu langsung dengan masyarakat bawah,” sebut Indar.
Nakhoda kapal penumpang Pelni ini juga menyinggung masalah banyaknya janda di suatu daerah, seperti di Manado. Hal itu disebabkan banyak anak ketika masih muda sudah menikah yang kemudian menimbulkan banyak perceraian. Rupanya, Indar mengetahui hal itu dari interaksi sosialnya dengan para penumpang di kapal.
Ternyata diketahui kalau mereka menikah muda. Usia belum matang dan siap mengakhiri masa lajangnya tetapi sudah menikah. Ada yang nggak nikah, kadang-kadang punya anak. Itu kan karakter dan bisa dipelajari, hingga memperbaikinya di mana. Edukasinya secara sistem. Orang mau menikah itu, umurnya berapa ? Bahkan ada yang masih umur 15 dan 18 tahun sudah janda.
“Ada juga penumpang dari daerah tertentu kalau naik kapal itu senang makan. Semangatnya untuk makan itu besar,” Indar mengutarakan pengalamannya melihat karakter para penumpang sesuai daerahnya.
Ada juga, laki-lakinya malas. Kalau pagi-pagi, bapak-bapak itu sudah ‘ngopi’. Perempuan justru yang bekerja di sawah. Indar memperoleh informasi dari masyarakat setempat kalau itu sudah menjadi budaya. Memang begitu. Kalau Sulawesi Selatan, orangnya perantau sama dengan Jawa. Selera bisnisnya tinggi. Mereka maju karena memiliki kultur yang bagus.
Harus bersih
Indar Bahadi dalam perbincangan sekitar tiga jam lebih dengan penulis pada tanggal 8 Agustus 2022 malam saat pelayaran trayek Makassar-Labuan Bajo, NTT, juga masuk dalam wacana yang kental dengan nilai-nilai religius. Dia membukanya dengan mengatakan, dalam kaitannya dengan agama. Diawali dengan menekankan musalah harus bersih dan nyaman dalam melayani penumpang, meskipun salat berjamaah harus dilaksanakan dalam dua sesi karena situasinya dapat dikatakan darurat. Juga menggunakan ‘safar’ (dijamak, digabung, zuhur-asar, dan magrib-isya).
Sebab, sebut Indar, dari rumah ibadah, musalah dan masjid misalnya, semua keberkahan itu akan dinikmati dan diperoleh manusia. Kita tidak perduli dengan mazhabnya apa. Perbedaan itu rahmat, jangan dipersengketakan, Sekarang macam-macam saja kita persengketakan. Pemerintah harus sensitif. Jangan salah satunya di-pro, pemerintah harus berada di tengah-tengah.