Emosi Qahar Mudzakkar dan Korban 40.000 Jiwa

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Catatan M. Dahlan Abubakar

Tanggal 14 Desember 1946, tiga hari setelah hari yang kini dikenang sebagai Hari Korban 40.000 Jiwa di Sulawesi Selatan (11 Desember), Bagala Dg.Toda berada di rumahnya di Telloweg 96. Lonceng menunjuk pukul 04.00 dinihari. Tembakan-tembakan menggelegar di sekitar kampung. Itu sebagai tanda tak seorang pun boleh meninggalkan kampung.

“Tidak lama muncul seorang serdadu Manado di rumah saya. Saya bersama keluarga dan tiga orang anak. Lima orang lain lagi juga tinggal di rumah diminta supaya meninggalkan rumah. Kami meninggalkan rumah dan berkumpul di suatu tempat yang telah ditetapkan, yakni di ujung Niewe Telloweg 89. Di situ kami dijaga oleh serdadu-serdadu Ambon,” kenang Bagala Dg. Toda seperti terungkap di dalam buku “11 Desember 1946 sebagai Hari Korban 40.000 Sulawesi Selatan” yang diterbitkan Tim Penelitian Sejarah Perjuangan Rakyat Sulselra, kerjasama Kodam XIV Hasanuddin, Unhas, dan IKIP Ujungpandang yang diketuai Letkol. Dr. M. Natsir Said, tanpa tahun.

Gerombolan kita, ungkap Bagala Dg. Toda yang bekerja sebagai Mantri Kesehatan Poliklinik Kota Madya Makassar, terdiri atas kurang lebih 300 orang, laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Setelah satu jam berkumpul, muncul seorang Belanda yang meminta mereka berpindah ke tempat lain, tempat berkumpul bersama di antara serdadu Belanda, Ambon, Jawa, Sunda, dan Minahasa. Muka mereka tidak dapat dikenal karena telah dibalur dengan lumpur.

“Kami dapat melihat berbagai barang yang ada di kantong mereka, seperti sarung, kain, dan bermacam-macam lagi. Kepalanya, seorang Belanda Kapten Westerling yang biasanya disebut orang Turki, salah seorang militer tertinggi di tempat itu. Ia mempunyai kekuasaan dan sebagai seorang Islam (?) tidak menyukai pemberontak dan menembak mati kepada siapa saja yang berusaha mengganggu keamanan dan ketertiban, (aneh, orang-orang Tionghoa dan orang-orang Toraja tidak ikut bersama-sama). Sesudah tiga jam kami berdiri, hujan mulai turun sampai satu jam lamanya, Orang Turki itu memerintahkan kepada salah seorang yang berkumpul itu untuk menunjuk siapakah yang memberontak. Tetapi orang itu menyatakan tidak tahu. Orang Turki berkata bahwa dia akan ditembak mati. Kapten itu menunjuk 10 orang dari mereka dan mereka akan ditembak mati jika orang tadi (yang mengatakan “tidak tahu” tadi) tidak dapat menunjukkan siapa yang memberontak. Orang yang ditunjuk si Turki karena ketakutan dan tidak tahu apa yang harus dia perbuat, oleh seorang serdadu Ambon dia dibawa keliling dalam gerombolan tersebut untuk menunjuk. Karena ketakutan dia menunjuk seorang di antaranya, lalu ditembak mati kurang lebih 10 orang. Mereka ini yang ditunjuk oleh orang Turki tadi lalu dilepaskan. Demikian ini diulangi sampai tiga kali, hingga kurang lebih 30 orang ditembak mati,” tutur Bagala Dg. Toda yang ketika penelitian dilaksanakan berusia 56 tahun.

Baca juga :  Asyik Pesta Miras, 19 Orang Remaja Bersama Sajam Diamankan Polisi di Gowa

Salah seorang di antara 10 orang mati ditembak, salah seorang di antaranya tidak mati. Kepadanya dia ditanyakan, apakah mau dibawa ke rumah sakit atau menunjuk orang-orang dimaksud. Ia menjawab lebih suka dibawa ke rumah sakit. Orang itu pun ditembak dari belakang. Salah seorang dari mereka memprotes perbuatan itu. Dengan tidak berpikir lebih jauh orang tersebut ditembak juga. Orang-orang yang ditunjuk diperintahkannya menggali lubang kuburan. Mereka itu harus berdiri pada dinding lubang yang digalinya. Serdadu-serdadu yang lain kemudian menembak mereka, Walaupun mereka sudah mati, tetapi masih tetap ditembak sampai mereka diperintahkan berhenti.

“Setelah itu seorang haji dari kampung kami membacakan doa dan diharuskan berterima kasih kepada orang Turki itu. Lalu orang-orang itu diperintahkan pulang ke rumahnya masing-masing,” kunci Bagala.

Para Korban

Dari hasil penelitian tersebut terungkap, gerakan pembersihan yang dilakukan Westerling dan pasukannya bermula di Batua bertepatan dengan 11 Desember 1946 dinihari. Pembersihan pun berlanjut ke Kampung Tanjung Bunga/Jongaya 12 Desember dan 2 orang jadi korban. Operasi pembersihan serupa dilaksanakan Balang Bodong (14 Desember), bagian utara Jalan Maros atau Kalukuang (16 Desember), di Polong Bangkeng, Bontonompo, Pangleko (Palleko), dan sebagainya (19 Desember), Kampung Moncong Loe (29 Desember), Taroang, Arungkeke Jeneponto (30 Desember), 3 Januari 1947 di Bulukumba sebanyak 35 orang ditembak mati, kemudian Westerling beralih ke Barang Lompo, Barang Cadi, dan Tanakeke (9 Januari 1947).

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Manunggal , Desa ke-50 di Luwu Timur Bentuk PTBM

PEDOMANRAKYAT, LUWU TIMUR - Desa Manunggal di Kecamatan Tomoni Timur, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, resmi membentuk Lembaga...

YADEA Merdeka Sale! Motor Listrik Retro Bisa Dibawa Pulang Hanya Rp80 Ribu

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Dalam semangat memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, YADEA, produsen motor dan sepeda listrik kelas...

Jadi Tuan Rumah, Wabup sinjai Bakar Semangat Pemain

PEDOMANRAKYAT, SINJAI -- Tim sepakbola Kabupaten Sinjai yang akan berlaga dalam kualifikasi Pra Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) XVIII...

Tanaman Produktif Dirusak, Hukum Dibiarkan Layu

PEDOMANRAKYAT, GOWA — Sudah delapan bulan berlalu sejak Nurhayati Dg Kamma melaporkan penebangan sepihak pohon sukun miliknya di...