PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – “Gerakan Cuti Bersama” yang dilakukan Hakim dari seluruh penjuru tanah air pada 7-11 Oktober 2024 merupakan bentuk akumulasi protes atas perlakuan yang tidak adil terhadap Hakim.
Dalam orasinya, Humas Pengadilan Negeri Makassar sekaligus selaku Koordinator Lapangan Sibali SH menuturkan, setiap negara yang demokratis menganut konsep Trias Politika, dengan pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
“Pelaksanaan fungsi yudikatif salah satunya dilakukan oleh Mahkamah Agung, melalui kekuasaan kehakiman,” jelasnya, di PN Makassar, Jl. R.A Kartini No.18/23, Senin (07/10/2024) sekira pukul 08.30 Wita.
Lanjut Sibali, hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kekuasaan Yudikatif tersebut selanjutnya diatur di dalam UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana hakim memiliki tugas mulia untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat yang berperkara dan berkewajiban mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa.
“Bukan suatu tugas yang ringan, dan seluruh hakim harus bersedia ditempatkan di Pengadilan yang ada di seluruh pelosok Indonesia, terutama bagi hakim tingkat pertama,” tukas Sibali.
Menurutnya, kewajiban ini tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan bagi hakim. Hakim harus rela jauh dengan keluarga dan harus bersedia ditugaskan di daerah terluar, terpencil, dan di daerah kepulauan.
“Namun Pemerintah abai memberikan “tunjangan kemahalan” atas pengabdian yang telah dilakukan para hakim, dan juga abai untuk memberikan perlindungan dan menjamin rasa aman bagi hakim,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Johnnicol Richard Frans Sine, S.H.yang juga selaku Humas PN Makassar dan Korlap, mengatakan, pemerintah juga tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap kesejahteraan hakim secara umum.
Putusan MA No. 23 P/HUM/2018 yang pada pokoknya Pemerintah memiliki kewajiban hukum untuk melakukan perubahan atas PP No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di bawah Mahkamah Agung hingga saat ini diabaikan.
“Negara tidak melakukan pemenuhan hak atas kesejahteraan dan keamanan bagi hakim,” ketusnya berapi-api.
Tambah Johnnicol, Hakim sebagai pelaksana fungsi yudikatif telah diperlakukan secara diskriminatif dengan melakukan pengabaian atas hak kesejahetraan, perumahan/rumah dinas dan keamanan bagi Hakim.
“Sejak 2012 hakim yang berada di bawah Mahkamah Agung tidak pernah mendapatkan penyesuaian atas hak keuangannya dan hak atas perumahan,” katanya.