Oleh :
Yulius , Camat Tomoni Timur, Luwu Timur
Di tengah hiruk-pikuk wacana ketahanan pangan, desa-desa di Indonesia termasuk di Kecamatan Tomoni Timur, Kabupaten Luwu Timur, menghadapi persimpangan besar. Mereka tidak bisa hanya menjadi penonton, melainkan harus mengambil peran aktif dalam membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Keputusan Menteri Desa Nomor 3 Tahun 2025 yang mengamanatkan alokasi 20 persen dana desa untuk ketahanan pangan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi angin segar. Namun, seperti halnya angin, ia bisa membawa kesejukan atau berubah menjadi badai jika tidak dikelola dengan bijaksana.
Keputusan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 3 Tahun 2025 diterbitkan sebagai pedoman dalam penggunaan Dana Desa untuk ketahanan pangan. Keputusan ini berlandaskan pada Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur fokus penggunaan Dana Desa tahun 2025.
Dalam regulasi tersebut, ditetapkan bahwa ; Minimal 20 persen dari Dana Desa harus dialokasikan untuk program ketahanan pangan. Pelaksanaan program harus melibatkan BUM Desa, BUM Desa bersama, atau kelembagaan ekonomi masyarakat di desa. Tujuan utama adalah mewujudkan swasembada pangan, mengurangi ketergantungan pada impor, serta meningkatkan ekonomi desa.
Berdasarkan data Indeks Desa untuk Swasembada Pangan, sebanyak 77,01 persen atau 57.959 desa dari 75.259 desa penerima Dana Desa Tahun 2024 belum mencapai swasembada pangan.
Akses masyarakat terhadap pangan masih rendah, dan beberapa faktor seperti isu politik global, bencana alam, serta perubahan iklim memperparah kondisi dengan meningkatkan risiko gagal panen.
Asta Cita
Presiden RI dalam Asta Cita menetapkan swasembada pangan sebagai bagian dari kemandirian bangsa, bersama dengan swasembada energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Kementerian Desa bertanggung jawab dalam percepatan pembangunan desa, termasuk memastikan pembangunan ekonomi dan investasi desa berjalan optimal dalam mendukung ketahanan pangan.