PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Ada yang menganggap acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau peringatan hari kelahiran Rasulullah SAW, sebagai bentuk kecintaan kita kepada Rasulullah SAW.
Ada pula yang berpendapat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai sesuatu yang diada-adakan dan masuk dalam kategori bid’ah, karena tidak ada tuntunannya, tidak pernah diadakan pada zaman Nabi, tidak pernah diadakan pada masa Khulafaur Rasyidin, dan juga tidak pernah diadakan pada masa tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.
“Empat imam mahzab pun tidak ada yang merayakannya, mulai dari Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, sampai Imam Ahmad,” kata Ustadz Asnawin Aminuddin saat membawakan ceramah kultum dhuhur, di Masjid Subulussalam Al-Khoory Kampus Unismuh Makassar, Selasa, 09 September 2025, yang dihadiri pimpinan, dosen, karyawan, dan mahasiswa Unismuh Makassar.
Mengenai bagaimana menghadapi atau menyikapi perbedaan pendapat, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Sulsel yang juga Humas Unismuh Makassar, Asnawin menceritakan sebuah kisah menarik yang sangat baik untuk dijadikan contoh.
Kisah tersebut adalah kisah perbedaan pendapat antara Imam Malik dan Imam Syafi’i. Imam Malik adalah guru dari Imam Syafi’i. Imam Malik wafat pada tahun 179 Hijriyah, sedangkan Imam Syafi’i wafat pada tahun 204 H.
“Suatu hari, Imam Malik menyampaikan bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah. Rezeki bisa datang tanpa sebab, dan manusia cukup bertawakkal dengan benar, lalu Allah akan memberinya rezeki. Imam Malik mengatakan, lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus yang lainnya,” tutur Asnawin.
Bukan tanpa landasan, pendapat Imam Malik tersebut berdasarkan hadits Rasulullah, “Andai kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan berikan rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad).
Namun ternyata Imam Syafi’i, sang murid, memiliki pendapat lain. Menurutnya, seandainya burung tersebut tidak keluar dari sangkar, niscaya ia tidak akan mendapat rezeki.
Menurut Imam Syafi’i, untuk mendapat rezeki, dibutuhkan usaha dan kerja keras. Ia mengatakan, rezeki tidak datang sendiri, tapi harus dicari.