Tujuh Tahun Gempa, Tsunami & Likuefaksi Palu:(4) Saat Magrib Perumnas Balaroa Ditelan Bumi

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Agus, warga Perumnas Balaroa Palu Barat dan sisa bangunan rumah yang rata. (Swafoto MDA).

Oleh M.Dahlan Abubakar

Hari masih agak pagi 23 November 2018, ketika tim AMDA Indonesia menyambangi Balaroa, sebuah lokasi yang paling parah “digoreng” gempa dan likuefaksi. Di pinggir atas bekas bangunan perumahan Perumnas Balaroa, yang tampak hanya tanah kosong. Di sini bukan tidak ada bangunan. Gempa dan likuefaksi 28 September 2018 magrib itu, telah mengubah pemandangan ini menjadi lahan kosong.

Bumi bergoyang disusul tanah terbelah bertepatan dengan Agus sedang menunaikan salat magrib. Dia tidak dapat meninggalkan rumah karena dalam keadaan kosong. Istrinya, Sakinah, 49, sedang mengikuti arisan keluarga. Anak-anak pergi semua. Agus menunaikan salat di ruang tamu, menjelang musibah terjadi. Goyang mulai pelan-pelan, lama-lama Agus terpental. Terlempar ke dinding, Agus tidak bisa bangun.

Tanah terbuka, dia ikut tersedot ke dalamnya. Tidak dapat bangun lagi. Ternyata tanah itu naik lagi. Naiknya malah sampai ke bubungan seng rumah. Setelah sampai di atap, Agus menjebol seng untuk mencari jalan keluar. Ternyata dia hanya bisa bergantung pada kayu sandaran atap. Tanah sudah turun, ketika dia mendengar suara gemuruh menyusul. Tanah mulai berombak dan bergelombang, terbelah dan bergerak. Bumi bergerak, rumah Agus pun bergeser. Lalu tempat tinggalnya itu pun terlibat tabrakan beruntun dengan rumah lain. Bagaikan mobil saling tabrak tak terkendali di jalan bebas hambatan. Rumah sudah baku pindah tempat. Oh…sadis dan ngerinya.
“Dari jalan di sini pindah ke sebelah sana. Di Balaroa ini tanah kering dan paling tinggi sudah. Sebelah sana lebih parah lagi. Tanah sudah “bagunung” (bergunung) semua ke sana,” kata Agus yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang sembari menunjuk ke arah hamparan tanah kosong yang bagaikan lapangan di Balaroa kepada saya. “Bahkan di bekas ledakan masih segini itu air,” ucapnya sembari memberi contoh dengan menunjuk pinggangnya.

Baca juga :  Meraih Point Tertinggi di Partai Final, Celly Mahabir Rebut Juara 1 Pertandingan Domino DPD PSI Kota Makassar

Saat kami berkunjung, Agus masih menjaga istrinya di Rumah Sakit Bhayangkara Palu. Dia harus dirujuk ke Makassar. Kedua kaki dan tangannya itu hangus terbakar dan tertindis tiang listrik.
Yang dua kaki, dan tangan kanannya diamputasi akibat terbakar. Anaknya empat orang hangus. Namun Agus, 45, masih bersyukur, karena dapat menolong dua anak kecil dengan ibu-ibu. Anak sendiri tidak tertolong. Itu pun delapan hari baru ditemukan, setelah api padam.

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Hari Kesaktian Pancasila, SDN 84 Mangarabombang Tanam Pohon

PEDOMANRAKYAT, SINJAI -- Usai melaksanakan Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Halaman Sekolah, para guru dan siswa SDN...

Faisal Syarif Usung Desain Baru Pembelajaran Mendalam di SLB

PEDOMANRAKYAT, MAROS – Deretan tebing karst dan udara sejuk Bantimurung, Kabupaten Maros, menjadi latar pertemuan puluhan guru dan...

Jejak Darah di Kampus Merah: Presisi yang Tersandera Atas Kematian Virendy Mahasiswa Fakultas Teknik Unhas

Oleh: Muhammad Sirul Haq SH, C.NSP, C.CL Direktur LKBH Makassar, Advokat dan Konsultan Hukum, Ketua API (Advokat Pengadaan Indonesia) Di sebuah...

Kejati Sulsel Setop Penuntutan Pencurian Tabung Gas, Pelaku Dikenai Sanksi Sosial

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menghentikan penuntutan perkara pencurian tabung gas di Kabupaten Bone melalui mekanisme...