Oleh : Hamus Rippin (Kontributor di Nederland)
KAPURUNG atau papeda. Satu makanan tradisional yang digemari orang Ambon dan orang Luwu. Suku Luwu asal Tanah Luwu, Sulawesi Selatan dan suku Ambon dan Maluku pada umumnya menggemari makanan ini.
Karena terkenalnya makanan kapurung di Tana Luwu, hingga pernah memecahkan rekor Muri 2006 silam, makan kapurung bersama di Kota Palopo, yang diikuti puluhan ribu orang peserta, penduduk dari Kota Palopo prasamanan, bersama makan kapurung.
Dari suku Luwu dan suku Ambon yang masih tradisional, kemanapun mereka pergi dan dimanapun mereka berada, tetap mengingat makanan tradisional yang bernama papeda, kendatipun berada di belahan dunia barat, di Negeri Kincir Angin.
Sebagaimana kita tahu suku Luwu yang terpencar ke berbagai kepulauan di indonesia dan mendiami berbagai kota; mereka pada kesempatan tertentu, saling mengajak untuk berkumpul dan makan bersama dengan obyek ‘makan papeda atau kapurung). Nama lain dari kapurung juga Luwu selatan dinamai -bugalu’. Tetapi papeda ini bukan saja makanan tradisional orang Luwu, melainkan juga orang-orang Ambon yang masih tradisional.
Orang-orang Ambon kendatipun sudah berada di luar negeri, papeda ini tetap menjadi makanan kegemaran mereka. Papeda, asal bahan bakunya dibuat dari sagu, pati sagu. Kalau situasi dan tempat yang kadang tidak selamanya mengizinkan untuk mendapat sagu, mereka dari penggemar papeda, mendapat cara lain menemukan sejenis bahan papeda yang diambil dari kanji atau tepung tapioka.
Untuk mendapatkan tepung tapioka tentu tidak susah kalau berada di Indonesia, karena dimana-mana dapat ditemukan bahannya. Karena tepung tapioka mudah diperoleh di daerah beriklim panas atau daerah tropika. Bagaimana dengan suku Ambon dan suku Luwu yang berada di luar negeri, katakan saja di Negeri Belanda ? Mereka tidak kehabisan akal mencari bahan baku papeda, mereka mencoba berbagai macam tepung.
Perjalanan masa, setelah berada di rantau, penasaran dan kangen untuk makan papeda, orang orang Ambon yang berdomisili di Negeri Belanda sejak tahun 1951, mereka mencoba menemukan bahan baku papeda, selain daripada sagu dan kanji. Bahan papeda pengganti sagu, akhirnya ditemukan dari tepung kentang yang disebut dalam bahasa Belanda ‘aardappelzetmeel’.
Tepung ini sebenarnya orang-orang Belanda memperuntukan membikin extra voeding, semacam kue-kue untuk makanan ekstra. Tepung yang dibuat dari kentang ini, lebih putih dan bersih penampilannya apabila dibanding dengan sagu asli. Orang Ambon yang berkenalan baik dengan orang Luwu di Negeri Belanda, kadang diwaktu zomer (musim panas) saling mengajak makan papeda atau acara makan papeda bersama di rumah salah seorang diantara mereka.
Cara orang-orang Ambon dan Luwu membikin papeda dasarnya sama saja, yakni, sagu larut dalam baskom dengan air dingin, kemudian dikorek encer dengan sudu, langsung dituangi air mendidih, sementara sagunya dikorek terus, hingga menjelma menjadi bentuk gelugur, semacam lem yang lebih padat. Tetapi dalam mempersiapkan papeda untuk dihidangkan, cara orang Ambon dan orang Luwu Berbeda.
Hal ini dilakukan di negeri Belanda. Orang-orang Ambon mengenal dengan ‘papedabalek’, maksudnya bahan lauknya terdiri dari colo-colo (kecap encer dicampur tomat mentah, berambang, lombok dan ikan blik) selain hal ini, juga lauknya dibuat dari ikan palala, ikan makarel atau ikan kabelyauw dimasak dengan azam azijn (azam Belanda), bersama dengan kua. Ikan ini ditaruh dalam piring dan papedanya dibalik. Maksudnya dibuntel agak besar, sebesar dasar dari piring makan dan mereka memakan tampa menggunakan sendok dan garpu, tetapi langsung dengan tangan ke mulut. Menurut mereka, cara ini simpel, maksudnya sederhana dan cepat siap dihidangkan.
Orang Luwu Menyiapkan hidangan kapurung, memang memakan waktu. Karena setelah siap di baskom habis disiram air panas, harus dibuntel kecil-kecil, sedikit lebih besar dari biji kemiri kedalam air dingin dilain waskom. Sayurnya dimasak tersendiri, dimana didalamnya ndicampur dengan daging sapi atau ayam yang sudah diiris kecil-kecil atau boleh juga udang. Selain itu sudah disiapkan di cobekan lombok yang diulek bersama garam, udang kering atau sedikit terasi digilas halus bersama sedikit kacan tanah, kemudian diceburkan bersama sayur-mayur selaku lauk-pauk dan dicampur bersama papeda yang sudah dibutel kecil diwaskom, baru waskomnya diletakkan ditengah.
Kemudian ditimba masing-masing yang hadir ke dalam piringnya, sesuai dengan selera makan. Mereka memakan dengan menggunakan sendok dan garpu. Tetapi acara papeda ini, dilakukan oleh orang-orang Luwu perantau, biasanya kalau bertemu beberapa orang sesama orang Luwu, utamanya yang ada di rantau, diluar tanahLuwu, baik di Makassar, Jakarta dan termasuk yang ada di Nederland juga berlaku kebiasaan ini. (***)