Awalnya, Rasulullah SAW tidak ingin menyampaikan apa yang sedang terjadi pada diri beliau. Namun, untuk menghilangkan rasa penasaran dan kecemasan para sahabat, akhirnya Rasulullah SAW, membuka jubah beliau.
Saat itu para sahabat melihat seutas kain putih yang diikat pada perut Rasulullah SAW, dalam kain tersebut terdapat kerikil-kerikil kecil yang diisi oleh Rasulullah SAW untuk mengganjal perut, guna menahan rasa lapar. Kerikil-kerikil tersebut lah yang berbunyi saat Rasulullah SAW memimpin salat Isya berjamaah.
Dengan nada emosi, seraya meneteskan air mata Umar berkata, “Ya Rasulallah, apakah sudah sehina itu anggapanmu kepada kami? Apakah engkau mengira seandainya engkau mengatakan lapar, kami tidak bersedia memberimu makan yang paling lezat? Bukankah kami semua hidup dalam berkecukupan, bahkan berlebihan?”
Sambil tersenyum Rasulullah SAW berkata, “Tidak Umar, tidak. Aku tahu, kalian, para sahabatku, adalah orang-orang yang sangat setia kepadaku. Jangan soal makan, harta bahkan nyawa akan kalian korbankan untukku sebagai wujud cinta kalian kepadaku, tetapi di mana akan kuletakkan mukaku di hadapan pengadilan Allah SWT kelak di Hari Pembalasan, apabila aku selaku pemimpin kalian, justeru menjadi beban bagi mereka yang aku pimpin?”
Subhaaanallah… Allah Akbar. Rasulullah SAW yang telah digaransi sorga oleh Allah SWT, masih takut dengan pengadilan hari esok? Bagaimana dengan kita? Bagaimana pula sikap para pemimpin ketika melihat rakyatnya dalam kesusahan, adakah rasa khawatir dalam diri mereka akan pengadilan hari esok? Allah a’lam
Makassar, 7 Maret 2022