Semangat Membangun Ahklak Karakter dan Mutu Pendidikan, Ini Dilakukan Sitti Hamsinah

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, LUWU UTARA - Seorang Kepala UPT SMP Negeri 6 Satap Sabbang Selatan Luwu Utara, Sitti Hamsinahdengan menerapkan pendidikan kepada siswa siswinya yakni pendidikan karakter, moral, ahklak dan mutu.

Hal tersebut disampaikan Sitti Hamsinah bahwa, mentalitas korup yang melanda masyarakat Indonesia, terjadi karena adanya kesalahan pendekata dalam bidang pendidikan.

" Karena sejak awal anak didik diarahkan mengejar IQ (kecerdasan intelektualnya) dengan mengukur prestasi berdasarkan peringkat, sementara EQ (kecerdasan emosi) yang mengarahkan anak untuk menghargai proses, kejujuran dan etika tidak diperhitungkan sebagai bagian dari prestasi," sebut Hamsinah panggilan akrabnya.

Penanaman nilai juang untuk menghargai proses selama ini telah terkikis secara sistematis. Lembaga pendidikan pun tak luput dari gejala pengikisan itu karena adanya orientasi hasil dalam mengukur prestasi murid.

Untuk setiap mata pelajaran guru mengambil parameter angka ujian, tanpa peduli bagaimana caranya agar siswa memperoleh angka. Berdasarkan raihan angka-angka ujian tiap mata pelajaran, disusunlah peringkat untuk menentukan layak tidaknya seorang siswa naik kelas atau lulus.

" Menurut Sitti Hamsinah, banyak prang tua siswa mengikuti pola anutan di sekolah. Orang tua bangga jika anaknya membawa raport berangka tujuh keatas. Kebanggaan itu tidak disertai pertanyaan bagaimana cara sang anak meraih angka itu," tuturnya.

Dan sebaliknya, jika anak pulang membawa raport dengan angka merah, apalagi kalau anak bersangkutan tidak naik kelas atau lulus, banyak orang tua marah dan malu.

Untuk diketahui, tak sedikit prang tua menyogok guru atsu kepala sekolah agar angka ujian semester berubah, sehingga anaknya bisa naik kelas atau lulus. Ini biasanya dilakukan oleh orang tua yang rata-rata dari kelas ekonomi menengah keatas.

Sitti Hamsinah menjawab bahwa," tanpa sadar cara-cara seperti itu mengkondisikan anak/siswa untuk berpikir 'Instan'. Dalam tubuh anak terjadi 'Internalisasi' pemikiran bahwa, segala sesuatu bisa diatur dengan
uang/materi," terang Kepala UOT SMP Negeri 6 Sabbang Selatan.

Baca juga :  Dr Indriati Amirullah, MS: Dosen STIA Yappi Ikut PKM Nasional ADPERTISI di Desa A’bulosibatang Maros

Hal ini merupakan fenomena penumpukan nilai juang pada diri anak. Dan cara-cara demikian telah meracuni jiwa anak anak jadi terbiasa menerobos proses dan prosedur, karena sistem disekitarnya mendukung.

Maka benih-benih korupsi dalam jiwa anak yang demikian akan tumbuh subur, hingga akhirnya membuahkan koruptor-koruptor baru. Kenyataannya cenderung korupsi, tidak hanya pada lingkungan birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada semua lembaga yang menangani pelayanan publiK.

" Dengan demikian Hamsinah Kepala UPT SMP Negeri 6 Sabbang Selatan, yang masih baru dipercayakan Pemerintah Daerah Luwu Utara, mengubah pendekatan dalam bidang pendidikan. Sudah saatnya prestasi belajar tidak semata-mata diukur dari angka-angka capaian hasil semester/ujian. Kecerdasan emosi dalam wujud budi pekerti, spritual, disiplin, kejujuran, integritas dan karakter, hendaknya ikut juga diperhitungkan," jelasnya.

Pada masa-masa perkembangan dan pertumbuhan anak, aspek kecerdasan emosi bila perlu dijadikan prioritas.

Hamsinah menambahkan bahwa, banyak study menunjukkan anak/siswa yang terasah kecerdasan emosinya cenderung tumbuh sebagai manusia yang berkepribadian andal. Mereka mudah bersosialisasi dengan alam sekitarnya, sehingga materi pelajaran pun mudah dicernanya.

Dan sebaliknya, anak yang cuma terasah pada aspek kecerdasan intelektual, akan tumbuh menjadi manusia egoid dan vandalis, anak semacam ini tumbuh menjadi pribadi yang sulit memahami norma dan etika sosial.

Nah, Kepala UPT SMP Negeri 6 Sabbang Selatan menerangkan bahwa pendekatan yang mengukur prestasi berdasarkan peringkat dikelas, tergolong pengkhianatan sosial." Sangat tidak pantas prestasi anak diukur berdasarkan perbandingan anak-anak lainnya dalam satu kelas. Ia mencontohkan seorang anak yang suka pelajaran Matematika, tidak bisa dibandingkan dengan anak yang senang Bahasa Inggris atau Biologi," ungkapnya, seraya menambahkan itu sangat naif, karena semua potensi dan minat anak punya keunggulan dan kekurangan masing-masing.(yustus)

Baca juga :  Di Tengah Pandemi Covid 19, Alumni 85 Sibuk Mengurus Pembangunan Masjid PPSP

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Inovasi Pendidikan Sekolah RAMAH, Anak Bebas Perundungan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan (Pusjar SKMP) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Makassar kembali...

Kupoji dan Perlawanan Petani Sidrap terhadap Pupuk Kimia

PEDOMANRAKYAT, SIDRAP - Malam itu, Sabtu 16 Agustus 2025, halaman rumah panggung milik Haji Zulkifli, anggota DPRD Sulawesi...

PKKMB Fakultas Psikologi UNM 2025 Berlangsung Seru dan Penuh Antusiasme

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM) sukses menggelar Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB)...

Pelatihan Jurnalistik FKIK Unismuh: Cetak Jurnalis Muda di Tengah Arus Digitalisasi

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR --Mahasiswa sebaiknya membentuk lembaga pers mahasiswa dan kemudian membuat media massa internal, baik berupa media cetak,...