Dari Sastra Sabtu Sore: “Menulis Puisi Itu Harus Diniatkan Dan Punya Disiplin”

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR

Komunitas Puisi (KoPi) Makassar dan Satupena Sulawesi Selatan melaksanakan Acara Sastra Sabtu Sore, berlangsung di Figor Cafe, BTP Tamalanrea, Makassar, Sabtu, (19/03/2022) lalu.

Sastra Sabtu Sorenya ini, dipandu oleh penggiat literasi dan Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Sulawesi Selatan, Rusdin Tompo.

[caption id="attachment_6880" align="alignnone" width="696"] (foto : ist)[/caption]

Selaku pemantik, dihadirkan tiga narasumber, masing-masing Yudhistira Sukatanya (Sastrawan), Maysir Yulanwar (Penyair), dan Anil Hukma (Akademisi) untuk membincangkan buku Antologi KoPi Makassar "Resolusi Dalam Puisi".

Rangkuman pemikiran yang mengemuka dalam gelaran acara tersebut yakni "menulis puisi itu harus diniatkan dan dikondisikan, jangan menunggu ide datang. Seorang penulis juga mesti punya disiplin, dan begitu ide muncul, harus segera dituangkan. Tidak boleh mengandalkan ingatan, tapi perlu segera didokumentasikan, agar nanti bisa dibukukan".

Sebagai bagian dari KoPi Makassar, Rusdin dalam pengantar diskusi mengemukakan tentang upaya komunitasnya mendorong kreativitas menulis. Caranya, dengan menantang teman-temannya menulis selama sebulan penuh pada Januari 2020. Hasilnya dibukukan jadi antologi puisi.

[caption id="attachment_6882" align="alignnone" width="696"] (foto : ist)[/caption]

Menurut Yudhistira Sukatanya, menilai resoluisi dalam puisi semacam kebulatan tekad untuk berkarya.

"Kita tidak bisa berkarya kalau tidak punya komitmen," ungkapnya.

Buku ini, lanjut Yudhi, adalah upaya KoPi Makassar merekam proses berkarya para penulis lintas generasi. Kelemahan kita, lanjutnya, tidak banyak orang yang punya catatan perjalanan sejarah sastra atau perdebatan tentang sastra di Sulsel.

"KoPi Makassar rutin merilis berita terkait aktivitas sastra yang mungkin bisa jadi bahan kajian para peneliti. Itu mendorong untuk terus mengembangkan sastra Makassar, juga sastra berbahasa Bugis dan Toraja karena akan memperkaya khasanah sastra lokal kita," ucap Yudhistira yang juga dikenal sebagai sutradara teater

Baca juga :  15 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan Pada Kegiatan Alumni Jogjakarta

"Sastra daerah ini mirip jalan sepi yang tidak dilirik penyair kita," ungkap Edy Thamrin - nama lengkapnya.

Maysir Yulanwar selaku penyair, memulai ulasannya dengan menukil Charles Bukowski. Penyair dan penulis Amerika Serikat itu, jelas Maysir, pernah berkata bahwa aku menulis dan aku tidak peduli dengan penilaian orang lain. Baginya, ketika menulis, kita tidak harus sama dengan orang lain, bila perlu berani berbeda dengan orang lain.

Terkait puisi, lanjut Maysir, ketika seseorang membaca puisi, dia bukan sedang membaca puisi tapi membaca perasaan. Seorang penyair yang menekuni puisi, apapun yang terlintas di benaknya akan ditangkap, dijadikan puisi. Kalau kemudian ada yang mengkritisinya maka sebenarnya dia hanya mempoteksi pemikirannya sendiri.

"Bagi penyair, yang perlu dilakukan adalah mengolah rasa. Karena kalau mengolah kata itu sudah selesai," paparnya.

Lelaki yang telah menerbitkan buku kumpulan puisi "Sembunyi", 2017, itu berbagi pengalaman tentang proses kreatifnya. Ada dua cara yang biasa di lakukan, kata Maysir, Pertama, dia membiasakan diri untuk selalu sadar akan tindakan yang dilakukannya. Kedua, dia sadar bahwa ketika masih bernapas, itu suatu hal luar biasa, bukan kelaziman. Artinya, kita bisa bahagia dengan hal-hal sederhana. Apalagi saat bisa mencipta puisi.

Pemantik lainnya, Anil Hukma mengapresiasi Sastra Sabtu Sore, yang dinilai merupakan sesuatu yang membahagiakan. Karena bisa bertemu sesama penyair dan penikmat sastra.

Menurutnya Anil menambahkan, hidup itu harus digagas dan diprogramkan. "Resolusi dalam Puisi" merupakan cermin dan bukti bahwa ada kreativitas dan karya yang dibuat di suatu masa dan tempat. Resolusi itu sebuah janji agar jangan mati di tengah jalan. Tapi, diingatkan, untuk kreatif menulis harus banyak membaca buku dan tulisan di platform digital.

Baca juga :  Lahirkan Para Penghafal Al-Qur'an, Madrasah Tahfidz Qur’an Markaz Imam Malik Wisuda 174 Santri

Dekan di UIN ini melanjutkan, banyak potensi dalam diri kita yang mesti dikeluarkan. Dialog semacam ini sebenarnya pemicu untuk kita menulis. Penyair itu berdialog dengan dirinya dalam bentuk teks dan kata-kata. Seorang seniman itu peka dan tidak akan lari dari Tuhan. Tuhan itu pencipta besar, penyair itu pencipta kecil.

"Sastra Sabtu Sore itu silaturahmi budaya, semacam oase tempat kita keluar dari aktivitas rutin," imbuhnya. (*/rk)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Pangdam XIV/Hsn Pimpin Upacara Penerimaan Satgas Yonzipur 8/SMG

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pangdam XIV/Hasanuddin Mayjen TNI Windiyatno memimpin Upacara Penerimaan Yonzipur 8/Sakti Mandra Guna (SMG) dalam rangka...

Kajati Sulsel Dorong Sinergi Tangani Perkara Koneksitas Maritim

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, Agus Salim, menekankan pentingnya sinergi lintas instansi dalam menangani...

Hanura Sulsel Luruskan Polemik, Teguhkan Semangat Kebersamaan Menuju 2029

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Polemik yang sempat mencuat dan menyeret nama Partai Hanura di salah satu media online akhirnya...

Delegasi Kamboja Kagum dengan Keindahan Wajo, Ikuti Lomba Tafsir di MQK Internasional 2025

PEDOMANRAKYAT, WAJO - Salah satu peserta Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025, Feut Zulkifli asal Kamboja, mengungkapkan kesan...