Menurut, guru yang akrab disapa Bu Eni itu, mengajar bahasa daerah punya tantangan tersendiri. Tantangannya, karena anak-anak masih kesulitan membaca huruf lontaraq. Kesulitan itu, tambahnya, karena tidak ada huruf mati dalam bahasa lontaraq Makassar.
Katanya, kalau anak cuma meniru atau mencontoh huruf yang ditulis, rata-rata bisa melakukannya. Begitupun, kalau anak-anak menulis dan membaca huruf latinnya, mereka juga bisa.
Karena suasana Ramadan, maka aktivitasnya juga bernuansa keagamaan. Anak-anak diajak menjadi muazin dan membaca surat-surat pendek. Mereka dibimbing oleh Rosmiaty, S.Pd.I, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) SD Negeri Borong. Di akhir kegiatan, mereka menyanyikan lagu Mars Profil Pelajar Pancasila.
Sementara itu, di ruang Perpustakaan Gerbang Ilmu, yang bersebelahan dengan ruang kelas 1, beberapa anak diajak menggambar masjid oleh Rusdin Tompo, pembina ekskul minat bakat di SD Negeri Borong. Mereka memanfaatkan kertas bekas prin, tapi masih bisa digunakan pada salah satu sisinya.
Penggiat literasi itu mengajak anak-anak mengingat-ingat bentuk masjid di sekitar rumahnya. Dijelaskan bahwa masjid itu punya menara dan kubah. Juga punya ciri di ujung menara atau kubah, berupa bulan dan bintang.
Seorang anak menyela, katanya, dia biasa lihat masjid tapi tidak memperhatikan bentuknya. Lalu dia mengambil smartphone-nya dan mengunduh contoh gambar masjid dari internet.
Anak-anak era digital, selalu punya cara untuk mendapatkan contoh gambar yang diminta. Tinggal searching di Google, gambar yang dibutuhkan akan muncul.
“Pak Rusdin, jadi mi gambar masjidku. Ada bulan dan bintang di kubahnya,” ujar Citra, murid kelas 2A, sambil memperlihatkan gambarnnya. (rk)