Politik, Upaya Meraih Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat

0
132
Prof H Hasaruddin Guru Besar Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh : H. Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar

Saya masih ingat ketika menyusun skripsi sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana di Fakultas Adab IAIN Alauddin Makassar. Judul yang saya ajukan awalnya diragukan untuk dapat dilanjutkan. Namun, dengan penuh percaya diri, saya sampaikan ke pihak terkait, insya Allah saya mampu tuntaskan tulisan dengan judul, Al- Chitabah siyasiyah wa atsaruhaa fi ashri shadri al- Islam.”

Saat itu, salah seorang teman karib memiliki kenalan mahasiswa di FISIP Universitas Hasanuddin. Dari kawan tersebut, saya banyak mendapat referensi tentang politik.

Salah definisi politik yang tidak dapat saya lupakan adalah ungkapan, “Ketika anda mengatakan anda tidak suka politik, sesungguhnya anda sudah berpolitik.”

Ini hanya secuil defienisi dari sekian definisi politik yang berkembang di dunia akademik, entah defienisi politik bagi para praktisi politik.

Tulisan ini sengaja diangkat untuk menanggapi diskusi menarik mengenai Islam dan politik yang berkembang di beberapa group WA, tentang pemanfaatan praktik keagamaan untuk kepentigan politik. Ada yang pro dan kontra.

Bernard Lewis, salah seorang Guru Besar di Universitas Princenton, Amerika Serikat, pernah membuat satu kesimpulan. Salah satu ciri yang membedakan agama Islam dengan Yahudi dan Kristen adalah perhatian besar dan keterlibatan langsung yang ditunjukkannya terhadap tata kelola negara dan pemerintahan, hukum dan perundangan.

Dengan kata lain, Islam adalah satu-satunya agama yang sangat peduli pada politik. Namun, bukan politik sebagai tujuan, tetapi politik sebagai sarana mencapai tujuan yang lebih tinggi, lebih agung, dan lebih mulia yakni kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.

Satu tulisan menarik lainnya, pernah ditulis oleh mahaguru dan mahaterpelajar Prof Dr Qurays Shihab. Ketika Rasulullah SAW melakukan tawaf bersama para sahabat, pada tiga putaran pertama Rasulullah SAW melakukannya dengan berlari-lari kecil.

Baca juga :  Ini Upaya Pemkab Sinjai Tingkatkan Pendapatan Petani Jagung

Ibn Abbas menjelasakan, “Nabi berlari-lari kecil karena, ketika itu, ada yang mengisukan bahwa Muhammad dan pengikutnya dalam keadaan payah dan lemah. Maka, orang musyrik di Makkah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut.

Untuk menangkal isu tersebut, Nabi SAW berlari-lari kecil yang diikuti oleh para sahabat. Dengan bahasa lain, ketika Nabi SAW melakukan tawaf, sebenarnya ia juga melakukan show of force terhadap lawan-lawannya.

Mengapa hanya tiga putaran? Karena setelah itu para pengintip membubarkan diri. Itu juga sebabnya, sehingga pada sisi-sisi Kakbah tertentu sajalah berlari- lari kecil itu dilakukan, karena dari sisi itu saja para pengintip dapat melihat aktivitas tawaf secara langsung.

Aktivitas keagamaan yang dilakukan sebagai syi’ar agama dan juga sebagai upaya mengingatkan setiap pengikut agama untuk senantiasa mengingat dan elaksanakan agamanya, bagi saya merupakan suatu tindakan positif dan perlu didukung.

Bagi umat Islam, membaca dan memahami Alquran, apalagi jika mampu melaksanakan nilai-nilai yang ada di dalam Alquran, merupakan hal luar biasa dan memang sudah seharusnya dilakukan dan dilaksanakan. Jika ini terwujud, subhanallah, cita-cita masyarakat adil, makmur, yang diridhai Allah SWT dapat terwujud di negeri yang kita cintai ini.

Marilah berpolitik seperti yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yakni politik yang tidak mengandung kecurangan, peduli terhadap masyarakat kecil, tidak mengambil keuntungan ketika masyarakat lagi kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan sebagainya.

Dan yang tidak kalah pentingnya, adakah aktivitas politik yang dilakukan dalam rangka meraih kebahagiaan duniawi dan ridha dari Allah SWT. Allah A’lam. ***

Makassar, 24 April 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini