“Rinciannya, dapat membangun kepercayaan, mencegah dan mengatasi masalah, mendapat pengarahan, meningkatkan kekompakan,“ ujar Dahlan.
Dia menjelaskan yang harus diperhatikan untuk menciptakan komunikasi yang efektif, yakni tidak memotong pembicaraan seseorang. Komunikasi dapat terjadi, dengan tidak memotong pembicaraan seseorang. Tidak ada seorang pun merasa senang ketika mereka masih berbicara, namun orang lain mencoba memotongnya.
“Jangan seperti yang terjadi dalam acara debat di TV, dua pembicara saling ngotot berbicara, sehingga presenter dan pemirsa bingung karena tidak tahu yang mana harus didengar,” ujar Dahlan sambil memberi contoh kelakuan para pembicara yang ditayangkan di TV.
Aspek kedua yang harus dimiliki komunikator adalah menguasai materi yang akan disampaikan. Kehabisan materi merupakan “bencana panggung” yang dialami seorang pembicara. Pembicara juga harus memperhatikan gaya bahasa.
“Gaya bahasa ini terbilang cukup penting, sebab kita menyesuaikannya dengan siapa lawan bicara saat itu. Ada saatnya kita perlu menggunakan gaya bahasa sifatnya formal, jika berbicara dengan atasan atau rekan kerja jika usianya lebih tua. Namun tidak masalah jika berbicara informal, bisa kepada teman, keluarga, rekan kerja jika usianya setara, atau pasangan,” sebut Humas Universitas Cokroaminoto Makassar (UCM) tersebut.
Aspek yang tidak kalah pentingnya, sebut dosen luar biasa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu adalah humor. Menciptakan rasa humor menjadi salah satu modal tambahan dan tidak kalah pentingnya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Humor dapat mencairkan suasana yang beku dan meningkatkan semangat penasaran khalayak dalam mengikuti perbincangan atau komunikasi yang sedang dilaksanakan.
Unsur humor saat ini menjadi salah satu indikator seorang orator atau katakanlah penceramah menjadi populer dan sangat disukai khalayak. Humor juga dapat digunakan untuk menghidupkan suasana pertemuan.
“Saya masih ingat ketika pada tahun 2004 menemani mendiang Prof. Dr. Ir. Radi A. Gany (masih Rektor Unhas) membawakan ceramah di depan para Siswa Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta. Ceramah ini berlangsung pada jam-jam yang kritis, saat orang mengantuk. Melihat situasi karbol (taruna) ada yang terkantuk-kantuk mengikuti ceramah Prof. Radi langsung mengeluarkan jurusnya. Mengisahkan satu humor tentang kisah seorang artis dangdut ibu kota Jakarta tampil menyanyi di salah satu daerah di Papua. Selagi asyik menyanyi, tiba-tiba terdengar bunyi ledakan.
“Tetua Adat, bunyi letusan apa itu,” sang artis bertanya.
“Tenang Jeng, tidak apa-apa. Itu hanya letusan koteka saja,” balas Tetua Adat berusaha menenangkan tamu istimewanya itu.
Sang artis pun bergoyang dan kian erotis lagi. “Pang…..,…..,” tiba-tiba terdengar suara letusan yang lebih besar lagi.
“Apa pula itu, Pak Tetua Adat,” sang Artis yang penasaran balik bertanya.
“Ya, itu masih suara koteka juga, Jeng,” balas Tetua Adat.
“Lho, yang ini kok letusannya jauh lebih besar, Pak Tetua Adat,” usut sang Artis kian penasaran di sela-sela musik memasuki melodi.
“Ya, pertama tadi milik anak-anak. Yang kedua, milik Kepala Adat,” Tetua Adat itu berdalih dan para taruna yang mendengar cerita Prof. Radi itu yang tentu saja hasil ngarang – riuh rendah penuh dengan gelak tawa. Ha..ha.,” kisah Dahlan.
Pada bagian ketiga materinya, Dahlan berbicara mengenai media sosial dan kaitannya dengan eksistensi penyuluh. Dia menekankan, media sosial telah mengambil alih peran media arus utama karena kemudahan aksesnya yang luar biasa. Para pengguna gawai (gadget) hanya dengan ujung jari dapat mengetahui berita dari belahan bumi mana pun.
“Hanya saja, media sosial ini belum dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif. Nah, ini kesempatan yang baik bagi para penyuluh dapat memanfaatkan media sosial untuk hal-hal yang bersifat edukasi (mendidik),” papar Dahlan.
Salah satu platform media sosial yang marak saat ini adalah Tiktok. Kanal media sosial ini lebih banyak memperlihatkan kebodohan pembuatnya dan terkadang kontennya memuat hal yang “remeh temeh”. Sudah saatnya, kanal ini diubah mengandung konten yang lebih bermanfaat bagi khalayaknya.
Pada kesempatan itu M.Dahlan Abubakar menghadiahkan buku otobiografinya berjudul “Lorong Waktu” kepada seluruh peserta. (MDA)