PEDOMANRAKYAT.SELAYAR--Idul Fitri 1443 H moment special bagi 41 warga binaan Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel. Mereka mendapat remisi (pengurangan masa penahanan) dari Kemenkumham RI.
Dari 41 orang itu, 30 dapat remisi satu bulan, sisanya mendapat remisi satu bulan lima belas hari.
Pemberian remisi didasarkan pada keputusan Menkumham Nomor : PAS-609.05.04 tahun 2022 Tentang Pemberian Remisi Khusus (RK) Idul Fitri 1443 H Tahun 2022 Keputusan ditandatangani secara elektronik oleh Reynhart Silitonga. Keputusan remisi dikeluarkan di Jakarta, 02-05-2022.
Menkumham dalam sambutan seragamnya dibacakan Kepala Rutan Klas IIB Kepulauan Selayar sebagai rangkaian shalat Idul Fitri 1443 H, di Lapangan Apel Rumah Tahanan Klas IIB Selayar, Sulsel, Selasa, (02/05), Menkumham, Yasonna H. Laoly mengutarakan, awal 2022 ini, Kemenkumham keluarkan kebijakan Peraturan Menkumham Nomor 3 Tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
"Kebijakan ini tindak lanjut Putusan Mahkamah Agung Nomor : 28P/HUM/2021 tanggal 28 Oktober 2021 menyatakan, pasal 34A ayat (1) huruf a dan ayat (3) serta pasal 43A ayat (1) huruf a dan ayat (3), Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat" ujarnya.
Oleh karena itu, untuk pengusulan remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat tidak mensyaratkan surat keterangan bekerjasama dari penegak hukum terkait, guna mewujudkan keadilan serta kepastian hukum.
"Namun perlu digaris bawahi, kebijakan ini tidak menghilangkan syarat substantif dan administratif lainnya. Syarat substantif yang paling mendasar, berkelakuan baik selama menjalani pidana dan mengikuti program pembinaan yang telah ditetapkan". teganya.
Predikat berkelakuan baik ini, kata Yasonna H. Laoly, tercatat dalam laporan perkembangan pembinaan narapidana yang dalam kebijakan ini penilaiannya berdasarkan sistem penilaian pembinaan narapidana (SPPN).
"Penyelenggaraan kegiatan pembinaan terwujud dalam klasifikasi Lembaga pemasyarakatan berdasarkan tingkat risiko dan kebutuhan, yakni Lapas super maximum Security Lapas maximum Security, Lapas Medium Security dan Lapas Minimum security" tambahnya.
Pembagian klasifikasi merupakan perlakuan individual sebagai bagian dari evidence based correctional treatmen (pembinaan berbasis bukti atau data) untuk mendorong objektivitas dan akuntabilitas dari penilaian narapidana", tutupnya. (And).