Al-Imam menegaskan, bahwasanya ketika seseorang dipekerjakan dan upahnya tidak ditentukan, sekalipun sang buruh diberi upah yang banyak, buruh tersebut berasumsi bahwa kita telah mengurangi upahnya. Namun jika upahnya telah ditentukan dan dibayar tepat waktu, maka sang buruh akan sangat merasa gembira dengan apa yang diterimanya.
Islam memandang kaum buruh berangkat dari asumsi bahwasanya majikan dan buruh memiliki tujuan yang sama, yakni menikmati kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Buruh bagi seorang majikan adalah parner untuk meraih kemaslahatan hidup. Sedangkan seorang buruh setidaknya mendambakan empat hal; kebahagiaan spiritual, kebahagiaan jiwa, upah yang diterima, dan kenyamanan dalam menggeluti pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Setidaknya, ada dua perbedaan konsep upah antara konvensioval dan Islam. Pertama, Islam melihat upah yang diberikan kepada buruh berhubungan erat dengan konsep moral, sementara Barat tidak.
Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi, namun menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akhirat yang disebut pahala. Adapun persamaan kedua konsep upah antara Barat dan Islam adalah adanya prinsip keadilan dan kelayakan. Allah A’lam. ***
Makassar, 14 Mei 2022