Berulang kali Aqil memohon kepada Ali untuk meminjam uang, saat itu juga Ali menolak karena tidak memiliki uang sama sekali. Akhirnya, Aqil mengancam, jika saudaranya tidak memberi uang, ia akan ke negeri Syam meminta kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan. Ali tidak takut dengan ancaman saudaranya dan mempersilakannya meminta kepada Muawiyah.
Aqil kemudian berangkat ke Syam, menemui Muawiyah ibn Abi Sufyan. Kepada sang khalifah tandingan, ia menyampaikan permintaan yang sama, sebagaimana yang ia ajukan kepada saudaranya, Ali.
Mendengar permintaan tersebut, Muawiyah langsung memerintahkan orang kepercayaannya untuk menyediakan uang sebanyak seratus dirham dan diserahkan kepada Aqil, bukan pinjaman tapi pemberiaan secara cuma-cuma.
Setelah pemberiaan tersebut, Muawiyah berkata, “Tolong umumkan kepada masyarakat melalui mimbar masjid, bagaimana perbedaan antara Muawiyah dan Ali ibn Abi Thalib.”
Muawiyah berpikir, inilah saatnya untuk menjatuhkan wibawa Ali ibn Abi Thalib melalui mulut saudaranya sendiri, Aqil ibn Abi Thalib, dan Aqil pun menyanggupi permintaan Muawiyah.
Aqil tampil di atas mimbar dan berkata, “Saudara-saudara kaum Muslimin, ketahuilah perbedaan yang miliki antara Ali dan Muawiyah. Ketika aku datang kepada saudaraku Ali untuk pinjam uang baitul mal, guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ali menolak karena uang baitul mal bukan miliknya. Uang baitul mal harus dipergunakan untuk kepentingan seluruh rakyat. Tetapi, ketika aku meminta yang sama kepada Muawiyah, ia langsung mengambil uang dari kas negara sebanyak seratus dirham dan diserahkannya kepadaku sebagai pemberian cuma-cuma. Silakan saudara-saudaraku menilai mana yang terbaik, Ali ibn Abi Thalib atau Muawiyah ibn Abi Sofyan.” Allah A’lam.***
Makassar, 18 Mei 2022