PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR. – Komisi X DPR RI berkunjung ke Sulawesi Selatan dalam rangka penyusunan RUU(Rancangan Undang-Undang) tentang Pendidikan dan Layanan Psikolog, sekaligus melakukan Uji Publik pada Tanggal 27 Mei 2022, di Ruang Rapat Senat Akademik Lantai 2 Gedung Rektorat IPK (Ikatan Psikolog Klinik) Wilayah Sulsel Jl. RS Islam Faisal VII, Banta-Bantaeng, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan
Pada kegiatan tersebut, IPK diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan terkait dengan Draf RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi. Tanggapan dari IPK Sulsel disampaikan oleh Wakil Ketua DR. Sitti Murdiana, yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang kemudian diserahkan kepada Ketua Tim Panja Komisi X DPR RI.
Adapun tanggapan dari IPK Sulsel yang disampaikan sebagai berikut: Bagaimana pandangan para pemangku kepentingan bidang psikologi terhadap substansi pengaturan RUU tentang Praktik Psikologi, utamanya mengenai substansi pendidikan psikologi, layanan psikologi, dan profesi psikologi? Hal ini disampaikan DR Sitti Mardiana melalui Rillis tertulis yang diterima media ini Minggu(29/5/21022) sore.
Menurut Mardiana, “Pendidikan Psikologi:
Pendidikan Psikolog Klinis sebagai Tenaga Kesehatan mengacu kepada UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang selaras dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), yang menempatkan Psikolog Klinis pada level 8 (level ahli).Dengan demikian, pendidikan profesi Psikolog Klinis perlu diselaraskan dengan pendidikan profesi tenaga kesehatan lainnya.”
Lanjut Mardiana, mengatakan, “Layanan Psikologi.Sebagai tenaga kesehatan, Tenaga Psikologi Klinis memiliki tugas dan wewenang yang telah diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 45 tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Psikolog Klinis sebagai Peraturan turunan dari UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.”
Mardiana menambahkan, “Standar layanan psikologi klinis sebaiknya dikecualikan karena mengikuti peraturan perundangan kesehatan.
Organisasi profesi Psikologi:
Draft RUU PLP terdapat istilah induk organisasi profesi yang merupakan istilah di luar kelaziman dan tidak ada dalam terminologi.”
Dia menegaskan, “Pengaturan terkait profesi seharusnya diatur oleh organisasi profesi yang memiliki satu profesi sejenis (homogen) bukan heterogen atau berupa induk organisasi profesi yang terdiri dari berbagai organisasi profesi.”
Lebih lanjut Mardiana mengatakan, “Psikolog Klinis memiliki satu organisasi profesi yang homogen yaitu IPK Indonesia. IPK Indonesia berada di bawah binaan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu Direktorat Kesehatan Jiwa di bawah Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. IPK Indonesia secara tegas dan konsisten menolak berada di bawah Himpunan, Organisasi Masyarakat (Ormas), maupun Organisasi Profesi lainnya untuk menghindari potensi terjadinya konflik kepentingan, kebingungan, dan ketidakpastian hukum dalam praktik layanan psikologi klinis di masyarakat.”