Sportivitas Olahraga

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

(Sebuah catatan singkat olahraga dalam rangka Dies Natalis UNM ke-61 tahun 2022)
Oleh : Dr. Wahyudin, M.Pd
Dosen FIK UNM dan Dewan Redaksi Media Pedoman Rakyat.co.id

Proses dan rangkaian perhelatan sejumlah pertandingan di cabang olahraga dalam rangka Dies Natalis Universitas Negeri Makassar (UNM) yang ke 61 tahun 2022 masih terus bergulir, cabang olahraga yang dipertandingkan adalah Tenis Lapangan, Bulutangkis, Bola volley dan juga Domino, serta sejumlah pertandingan lainnya. Pegelaran sejumlah pertandingan tentu saja belumlah berakhir. Oleh karena itu, harapan kita semua, segalanya dapat berjalan dengan normal dan tetap istiqomah dalam bingkai Sportivitas Olahraga.

Sejatinya, momen “pesta” akbar olahraga dalam rangka dies natalis kampus ‘Orange” yang diperuntukkan bagi seluruh dosen, staf dan pegawai dalam lingkup UNM tersebut senantiasa taat dan patuh pada azas Sportivitas olahraga dalam meraih juara, dan lebih penting lagi adalah wajib menjauhkan diri dari segala praktek-praktek kecurangan untuk diumbar dan dipertontonkan di tengah gelanggang pertandingan.

Itulah sebabnya sangat perlu disadari, bahwa nilai olahraga yang paling hakiki bermuara pada kemanusiaan, bahkan lebih dari itu, olahraga juga menawarkan persahabatan dan perdamaian, karena landasan sportivitas dan fair play adalah sebuah kemestian nilai tertinggi dari sebuah kemenangan. Hanya saja sering kita jumpai pada sejumlah event resmi berkelas dunia pun, tampaknya nilai ini sudah mulai tergerus oleh ambisi untuk mencapai kemenangan semata dengan kecurangan.

Tapi kita patut bersyukur selama kurung waktu 6 hari pelaksanaan pertandingan wabilkhusus di Cabor Tenis Lapangan semua berjalan sesuai harapan alias tidaklah banyak peristiwa dalam pertandingan olahraga ini yang mencederai nilai-nilai yang ditawarkan oleh nilai-nilai luhur olahraga. Maaf ! ini sebuah perbandingan yang mungkin terlalu jauh penulis gambarkan, bahwa salah satu contoh nyata pada PON XIX Jawa Barat beberapa tahun silam, bahwa begitu banyaknya protes dari kontingen yang pada umumnya ditujukan kepada tuan rumah saat itu merupakan gambaran ketidakpuasan dalam penyelenggaraan, baik bagi panitia, maupun pada wasit “Pengadil” pemimpin jalannya petandingan. Bahkan, berbagai sumber kericuhan dapat bermula, dari wasit, dari atlet, dari pelatih/manajer yang tidak puas, juga dari penonton yang terlalu agresif memprovokasi pertandingan. Namun sekali lagi kesyukuran kita, bahwa hal ini tidaklah terjadi dan jangan sampai terjadi hingga akhir pertandingan di dies natalis UNM kali ini.

Baca juga :  Menyambangi Makam Karaeng Galesong (1) : Pahlawan Tak Kenal Sombong

Bukanlah sesuatu hal yang bisa dipungkiri bahwa dari manapun sumber kericuhan itu semua bermuara dari ketidakdisiplinan yang tentu saja merupakan salah satu nilai pembentuk dari nilai sportivitas, karena kedisiplinan selalu merujuk kepada ketaatan pada peraturan yang menjadi pengontrol tingkah laku semuanya di dalam gelanggang pertandingan. Oleh karena itu, sangatlah urgen dipahami, bahwa sang wasit atau juri yang tidak disiplin akan melahirkan keputusan yang tidak netral dan tidak adil, pun hal ini juga berlaku pada pelatih atau manajer yang tidak disiplin tentu akan seenaknya protes tanpa melihat kenyataan apa adanya, termasuk atlet yang tidak disiplin selalu berusaha main dalam kecurangan, demikian halnya pembina yang tidak disiplin selalu berusaha mendikte dari luar seolah-olah kemenangan dapat diidentik dengan hitungan uang.

Intinya, setuju atau tidak setuju, sepakat atau tidak sepakat, tentu kita harus menyadari bahwa perilaku ketidakdisiplinan ini pastinya bisa merusak sebuah sistem yang menghancurkan nilai-nilai olahraga dan sesungguhnya perilaku disiplin dapat memperlihatkan kualitas seseorang bahkan kualitas sebuah tim, sehingga dalam lingkup inilah biasanya orang menyebut sportivitas. Bahkan masyarakat olahraga sepakat bahwa fair play dan sportivitas merupakan nilai inti dari olahraga, meskipun dalam kenyataanya nilai ini sering dilanggar, hingga terkadang hanya sebagai slogan semata saja. Kita pun semua seringkali mendengar seruan “sportiv ya !”, tapi di tengah itu pula kita acapkali menyaksikan hal yang bertolakbelakang dari yang sesungguhnya sportiv.

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

100 Hari TSM-MO: Janji yang Terbungkus Hening

Oleh Ade Cahyadi (Alumni S2 Ilmu Tata Negara Universitas 45) Seratus hari pemerintahan seharusnya menjadi titik tolak, bukan titik...

Tangis Laut dan Hutan Raja Ampat : Hancur Perlahan, Diam Bersama

Tak ada sirene peringatan saat kehancuran datang. Di Raja Ampat, laut yang dulu biru bening kini menyimpan jejak...

Bagai Mencuri Ilmu di Imperium Yunani

Oleh: Ahmad Amanullah (Mahasiswa Politeknik Kesehatan) KETERTARIKAN  saya pada seni sastra membuat saya berjalan jauh menyusuri makna dan cara...

Rumah Diskusi itu Bernama KDB

Oleh: Nasrun Hamzah (Alumni Fakultas Hukum UNHAS, Ketua Kelompok Diskusi Bulukunyi, periode 1985-1986) Dekade 80an, ketika menjadi mahasiswa Fakultas...