Dari Diskusi Buku Maharku : Pedang dan Kain Kafan (Bagian 1)
PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Buku “Maharku: Pedang dan Kain Kafan” karya Rahman Rumaday (Founder Komunitas Anak Pelangi disingkat K-Apel) sudah tiga kali dibedah atau didiskusikan.
Buku ini bercerita tentang perjalanan hidup Rahman Rumaday hingga menikah dengan perempan bernama Heliati Eka Susilowati yang akrab disapa Esti.
“Buku ini catatan perjalanan hidup saya, juga sejak diperkenalkan sampai menikah dengan Esti,” kata Rahman Rumaday, dalam pengantarnya pada Diskusi Buku Maharku, Pedang & Kain Kafan karya Rahman Rumaday, di Kafebaca, Jl. Adhyaksa, Makassar, Ahad sore, 26 Juni 2022.
Rahman Rumaday lahir di Desa Sera, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, pada 04 Agustus 1986. Anak kedua dari tiga bersaudara menempuh pendidikan sekolah dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah Sera, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur.
Setelah tamat, penulis masuk ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Fakfak, lalu lanjut ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Fakfak di Papua Barat.
Selama bersekolah di Fakfak, penulis terbilang cukup berprestasi. Penulis tercatat pernah sebagai pengurus beberapa organisasi, seperti Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Kabupaten Fakfak, Pelajar Islam Indonesia (PII) Kabupaten Fakfak, OSIS MAN Fakfak, Saka Kencana Fakfak, dan Ketua Umum Forum Komunikasi Pelajar Islam (FKPI) Fakfak.
Rahman Rumaday kemudian hijrah ke Makassar dan selama kuliah, ia aktif dalam berbagai kegiatan kampus maupun kegiatan sosial di luar kampus.
Ia mendirikan Komunitas Anak Pelangi (K-APEL) Makassar, juga mendirikan Komunitas Pemuda Islam Parang Tam- bung (KOPI-P) Makassar, Komunitas Peduli Kita (KPK), dan aktif di organisasi asal daerahnya sebagai Ketua Umum Himpunan Pelajar Mahasiswa Goran Tubir Tolu (HIPMA GTT) Maluku-Makassar.
Rahman Rumaday juga tercatat sebagai wisudawan terbaik Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Pancasakti (UNPACTI) Makassar, tahun 2019, dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,81.
Diskusi buku di Kafebaca, Jl. Adhyaksa, Makassar, Ahad sore, 26 Juni 2022, merupakan diskusi atau bedah buku yang ketiga kalinya terhada buku “Maharku: Pedang dan kain Kafan.
Bedah buku pertama dilaksanakan pada saat peluncurannya di Warkop Kopi Batas Jalan Syekh Yusuf, Makassar, Ahad, 28 November 2021. Kedua, saat Bazar Bedah Buku “Maharku: Pedang dan Kain Kafan”, di Figor Cafe, Sabtu, 25 Desember 2021.
Pada bedah buku pertama, tampil sebagai pembedah yaitu Yudhistira Sukatanya, Muhammad Amir Jaya, Rusdin Tompo, dan Susy Smita P. Bedah buku yang dipandu Duta Baca Sulawesi Selatan 2018–2020, Rezky Amalia Safiin, dihadiri pula sejumlah ibu-ibu yang aktif dalam pengajian Komunitas Anak Pelangi di Parang Tambung, Makassar.
Pada bedah buku kedua, tampil tiga pembahas yaitu Muhammad Amir Jaya (sastrawan), Indramini (dosen Universitas Muhammadiyah Makassar), dan Lily Rachim (pegiat keadilan gender), dan moderator Novian (dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Batuatas Makassar, Hipmaskar).
Pada bedah buku ketiga yang diadakan oleh Forum Sastra Indonesia Timur (Fosait), juga tampil tiga pembahas, yaitu Ishakim (seniman, sastrawan, pelukis, perupa), Mahrus Andis (kritikus sastra), dan Muhammad Amir Jaya (sastrawan).
“Buku ini sudah pembahasan yang ketiga. Berarti ada sesuatu yang menarik dalam buku ini,” kata Ishakim.
Kehadiran sejumlah sastrawan, budayawan, penulis buku, dan wartawan pada acara Diskusi Buku “Maharku: Pedang dan Kain Kafan”, di Kafebaca, Jl. Adhyaksa, Makassar, Ahad sore, 26 Juni 2022, juga secara tidak langsung menunjukkan bahwa buku tersebut memang memiliki daya tarik tersendiri.
Hadir dalam diskusi antara lain Asia Ramli “Ram” Prapanca (akademisi, teaterawan, sutradara, sastrawan), Suradi Yasil (sastrawan asal Sulawesi Barat), Yudhistira Sukatanya (seniman, sastrawan, sutradara), Idwar Anwas (akademisi, sastrawan, penulis buku), Andi Ruhban (akademisi, sastrawan), Arwan Dg Awing dan Rusdy Embas (wartawan). Penulis juga hadir sebagai wartawan.
Tidak Ingin Orang Lain Mengalami Hal yang Sama
Ishakim mengatakan, dasar berpikir dalam menciptakan karya sastra atau karya seni, khususnya dalam seni rupa, ketika kita sudah membuat sketsa lukisan atau patung, lalu kita bisa menemukan satu dua kekurangan menuju kesempurnaan, maka itu adalah awal untuk membuat karya yang baik.