Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Jamaah haji yang sedang berada di Mina, diharuskan menempuh tiga tahap sebelum mereka mampu membebaskan diri dari setiap macam perbudakan. Mereka diharuskan membuang sifat ketamakan, mampu mengalahkan sifat kebinatangan yang dicirikan oleh sikap mementingkan diri sendiri, dan berupaya naik ke tingkat Ibrahim, dengan melakukan segala sesuatu demi Allah SWT.
Tiga tahap yang harus dilalui para jamaah haji ketika berada di Mina ialah; menaklukan tiga berhala. Berhala pertama, Jumratul Ula, berhala kedua, Jumratul Wushtho, dan berhala ketiga Jumrotul Aqoba.
Ketiga berhala tersebut, melambangkan kekuatan setan yang setiap saat dapat menyergap dan mengadang manusia yang hendak melaksanakan hal-hal seperti yang pernah dilakukan Ibrahim.
Di dalam proses evolusi manusia dan di dalam pelaksanaan kewajibannya, setan senantiasa berupaya membuat manusia tidak berdaya dengan menyerang titik kelemahan manusia.
Sebuah cara lain untuk mengenal ketiga berhala di atas adalah realita bahwa walaupun masing-masing berdiri sendiri dan memiliki identitas yang tersendiri namun ketiganya saling bersahabat dan bekerjasama untuk menjerumuskan manusia.
Konsep trinitas dapat disaksikan dalam contoh berikut. Di dalam agama Yahudi ketiga Uqnum (tokoh yang dipandang sebagai Tuhan di dalam trinitas tersebut; sebuah unsur konstitutif). Di dalam agama kristen: ayah, putera, dan roh kudus. Di dalam agama hindu: ketiga bagian tubuh meno-kepala, badan, dan tangan. Di dalam agama parsi ahura mazda dan ketiga api yang dinamakan juru selamat, bayangan tuhan, dan petanda Tuhan.
Politeisme merupakan keyakinan yang berdasarkan keyakinan dunuawi dan merupakan sebuah sistem yang berdasarkan materalisme dengan sebuah substruktur yang sesuai dengan strukturnya. Tujuan politeisme adalah merusak kesadaran diri manusia.
Teori hanya berlaku bagi politeisme dan tidak dapat diterapkan kepada monoteisme. Konsep politeisme dan moniteisme saling bertentangan sehingga sangat mustahil jika keduanya memiliki sumber dan fungsi yang sama.
Di sepanjang perjalanan sejarah, keduanya telah terjadi pertentangan. Tetapi di dalam aplikasi sosial kedua konsep ini bercampur sehingga politeisme menggunakan topeng monoteisme dan dapat mempertahankan hidupnya.
Seperti halnya konsep wisnu dan ahura mazda, sebermula sekali konsep trinitas kristen adalah monoteistik; semuanya tertuju kepada Tuhan Yang Esa. Atau dapat pula dikatakan, bahwa monoteisme merupakan sumber dari semua agama, tetapi sejarah dan sistem sosial mengubah monoteisme tersebut dan masyarakatnya yang unik menjadi ras- ras, kelas-kelas, yang berbeda.
Demikian konversi monoteisme menjadi politeisme. Allah A'lam
Makassar, 11- Juli 2022