Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Karena cinta kepada Allah SWT, Siti Hajar pasrah kepada kehendak-Nya yang mutlak. Dengan membawa putranya, Siti Hajar pergi meninggalkan kota dan negerinya ke tempat yang jauh terpencil.
Kemudian Hajar meninggalkan putranya itu di lembah yang gersang dan sepi (Makkah). Hajar pasrah kepada Allah dan Kasih-Nya. Dengan keyakinan yang teguh ia menyangkal semua semua jalan pemikiran yang logis dan rasional.
Hajar tidak seperti kebanyakan orang yang dikatakan sebagai manusia saleh. Ia tidak duduk berpangku tangan sambil menunggu putranya. Ia tidak mengharapkan keajaiban; ia tidak mengharapkan kedatangan tangan gaib yang akan membawakan buah-buahan surga dan menciptakan sungai untuk memuaskan lapar dan dahaga mereka.
Hajar mempercayakan anaknya kepada Kasih Allah SWT dan setelah itu Hajar pun berlari–tekadnya adalah mencari air dengan segala daya upayanya. Hajar adalah seorang wanita yang sebatangkara dan dahaga namun memiliki tanggungjawab; Hajar berlari ke sana ke mari di dalam upaya yang sia-sia untuk menemukan air di bukit-bukit gersang di pinggiran Kota Makkah.