Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Shandel pernah berkata, “Bahaya paling besar yang dihadapi umat manusia, bukanlah ledakan bom atom atau meletusnya gunung berapi, melainkan perubahan fitrah seseorang.”
Unsur kemanusiaan di dalam diri seseorang sedang mengalami kehancuran dengan sedemikian cepatnya sehingga terjadi ras yang non-manusiawi. Sebuah mesin berbentuk manusia yang bukan ciptaan Allah SWT.
Manusia menjadi hamba yang tidak melihat atau mengenal tuannya. Satu- satunya kebebasan yang dimilikinya adalah hak untuk berusaha semampunya menjadi hamba yang lebih berbakti.
Ia telah dijual, tetapi dia sendirilah yang harus membayar harganya. Bersama yang lain, dengan sabar ia berdiri di depan rumah perampok, menantikan dirinya untuk dirampok.
Manusia, bagaikan seorang hamba yang tak mampu memperbaiki nasibnya. Ia memperoleh segala sesuatu yang dikehendakinya dengan membayarkan segala sesuatu yang dimilikinya.
Ia hanya yakin kepada bisnis dan karena keyakinan itu, ia harus membayar dengan harga yang terlalu mahal untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Pola kehidupannya telah ditetapkan sebelum ia dilahirkan. Dengan demikian, kehidupannya lebih merupakan sebuah beban daripada kehidupan yang sesungguhnya.
Manusia memiliki peluang untuk menemukan dunia, tetapi ia telah kehilangan Tuhan dan kemanusiaannya untuk selama-lamanya. Tragedi ini tidak terjangkau oleh imajinasi kita. Fitrah manusia sedang mengalami perubahan. Kejahatan penggoda tidak hanya merupakan kekuatan senjata, kekuasaan emas, atau kemilau permata.
Kejahatan tersebut juga memanfaatkan kekuatan sains yang luar biasa, daya tarik seni yang memesona, dan kekuatan teknik yang dahsyat di dalam tipu daya dan rencana kaum penggoda yang tersembunyi.
Kehidupan manusia modern, tampak tanpa adanya perbudakan. Tetapi di dalam realitasnya, umat manusia di seluruh dunia terbelenggu oleh rantai- rantai perbudakan yang tidak terlihat. Mereka bebas untuk memilih siapa saja yang mereka senangi tetapi jauh sebelum pemilihan tersebut pembisik yang licik telah berbisik ke dalam hati mereka.
Tragedi yang terjadi masa kini adalah Alienasi manusia. Alienasi berarti tidak bersahabat atau menjadi tidak acuh. Manusia yang menjadi korban alienasi adalah manusia yang tidak waras dengan kepribadian atau kesadarannya yang sesungguhnya terpendam.
Despotisme politik, diskriminasi sosial, dan eksploitasi Barat gaya lama secara perlahan menghilang untuk kemudian muncul kembali dalam bentuk yang lebih mengerikan; rezim kapitalis yang mengenakan topeng liberalisme dan demokrasi.
Di dunia Timur, perbudakan, penjarahan oleh Bangsa Tartar, Hukum Jengis Khan, dan penindasan serta penyiksaan oleh rezim Timur dan Hulagu yang zalim sudah tidak ada lagi; tetapi semuanya muncul kembali dengan cara yang lebih halus, dengan dalih demi modernisasi dan peradaban, dan menyembunyikan wajah kolonialismenya yang sesungguhnya. Allah A'lam. ***
Makassar, 14 Juli 2022