Dan di sinilah letak hikmah Ilahi yang Maha Bijaksana. Sebab dengan mengikuti perhitungan kamariah, maka suatu ibadah seperti puasa dan haji akan beredar di seluruh musim. Suatu saat jatuh pada musim panas, dan saat lain jatuh pada musim dingin, secara bergantian.
Ini terkait erat dengan desain Islam sebagai agama seluruh umat manusia, tidak peduli di mana mereka hidup: apakah di belahan bumi utara atau di belahan bumi selatan.
Sebab jika ibadah keagamaan seperti puasa ditetapkan menurut peredaran matahari, misalnya pada bulan Desember, maka akan terjadi ketidakadilan yang cukup mencolok: kaum Muslimin di belahan bumi utara akan senantiasa berpuasa di musim dingin yang sejuk dan pendek, dan mereka yang berpuasa di bumi selatan akan senantiasa berpuasa di musim panas yang panjang dan gerah.
Tetapi dengan digunakannya sistem peredaran kamariah sebagai patokan, maka semua orang di semua tempat, dalam siklus tiga puluh tahun, akan pernah merasakan puasa dalam satu musim.
Masyarakat Arab melakukan nasi’ untuk menyesuaikan diri dengan musim, yakni menambah bulan ke tiga belas pada tahun ke-3, ke-6, dan ke-8, dalam kurun waktu setiap delapan tahun.
Praktik tersebut dihentikan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW sebagaimana termaktub dalam QS 9: 37. Allah A’lam. ***
Gorontalo, 16 Juli 2022