Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Ketika seseorang mengajak orang lain melakukan tindak kebaikan, kemudian orang tersebut tidak melakukannya, maka orang itu dikatakan sebagai salah seorang yang tidak menyatunya perkataan dan perbuatan.
Ungkapan tidak satunya perkataan dan perbuatan, merupakan ungkapan halus dari kata munafik. Tindakan munafik merupakan tindakan yang tidak menyatunya perkataan dan perbuatan, lain di kata dan lain di hati.
Alquran sangat gamblang menggambarkan dan memandang orang munafik. Salah satunya, berupa teguran yang cukup keras terhadap orang munafik, apalagi kepada mereka yang mengaku sebagai orang beriman, “Wahai orang- orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian lakukan? Betapa besar dosanya di hadapan Allah SWT, ketika kalian mengatakan sesuatu yang kalian sendiri tidak melakukannya.” (QS 61: 2-3).
Ayat ini sangat tegas mengingatkan kepada mereka yang percaya kepada Allah swt., bahwasanya, mereka harus satu kata dan perbuatan. Kalau tidak, lalu bagaimana kita membedakan seorang beriman dan munafik?
Mereka yang senantiasa mendua hati, sesungguhnya mereka tidak pernah merasa tenteram. Jika seseorang merasakan ketidaktenteraman, lalu bagaimana mereka bisa merasakan kebahagiaan?
Sikap mendua hati membuat seseorang tidak merasakan ketenteraman, karena mereka melawan hati nurani sendiri. Ajaran agama mengajak setiap pribadi untuk jujur kepada diri sendiri, hal ini bukan berarti adanya dampak keluar yang bersifat positif bagi diri sendiri saja, tapi dampak ke dalam berupa ketenteraman yang menjadi pangkal kebahagiaan.