Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Sunan Bonang, salah seorang wali dari Wali Songo, adalah seorang pribadi yang senantiasa menggembara ke banyak tempat menyiarkan syi’ar ajaran Allah SWT. Tidak jarang, Sunan Bonang melakukan perjalanan seorang diri menempuh hutan belantara dan mengunjungi dusun terpencil di kaki gunung berhutan lebat.
Suatu hari, Sunan Bonang melakukan perjalanan bersama salah seorang santrinya. Mereka membawa bekal nasi bungkus yang dibeli di sebuah warung di sebuah desa, di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Seusai salat zuhur di tepi sebuah telaga yang bening, guru dan murid tersebut beristirahat pada suatu tempat yang lapang, di bawah naungan dedaunan sebatang pohon beringin yang rimbun.
Keduanya membuka nasi bungkus masing-masing, lalu memakannya dengan lahap karena perut sudah keroncongan. Tentunya, diawali dengan ucapan basmalah dan doa sebelum makan.
Saking nikmatnya, santri Sunan Bonang tidak menyadari di pinggir mulutnya ada beberapa butir nasi yang menempel. Hingga santapan terakhir, sang santri belum menyadari nasi yang menempel di sekitar mulutnya, lalu sang santri ditegur oleh Sunan Bonang, “Hai santri. Jorok kamu.”
“Mengapa Guru,” tanya sang santri heran.
“Kebersihan adalah sebagian dari Iman dan seorang muslim tidak boleh jorok. Itu di bibirmu ada beberapa butir nasi tertinggal,” ujar Sunan Bonang sambil menunjuk ke bibir sang murid.
Sebagai seorang murid yang patuh dengan rasa malu sang murid membersihkan butir nasi di bibirnya dan membuangnya ke tanah.