“Pesan saya kepada ibu-ibu dan juga seluruh masyarakat untuk bijaksana dalam memilih perusahaan fintech peer to peer lending atau lembaga investasi yang telah memiliki izin resmi dari OJK,” ujarnya.
Menyambung informasi tentang Pinjol, Lalavenya Sara, Head of CRM Maucash dalam webinar PWI dan IKWI ini membeberkan tips cerdas dalam dalam memilih Fintech, apabila memang layanan keuangan berbasis digital ini dirasa sebagai solusi keuangan. Langkah pertama yang adalah bahwa masyarakat terutama ibu-ibu, harus memastikan sebelum meminjam bahwa Fintech yang dituju itu adalah perusahaan yang terdaftar dan berlisensi OJK. Hal itu dapat diakses langsung pada website OJK.
Kedua, lanjut Sara, pinjamlah sesuai kebutuhan dan dijaga maksimal 30% dari penghasilan. Ini tujuannya supaya nanti pinjaman yang dicairkan itu dapat dibayarkan juga ketika sudah jatuh tempo. Jadi jangan meminjam lebih dari kemampuan kita. Ketiga, lanjut Sara, lunasi cicilan tepat waktu. Jadi misalnya jatuh tempo setiap tanggal 15, maka lunasi juga cicilannya sebelum tanggal 15 atau pada tanggal 15 untuk menghindari konsekuensi dan resiko kedepannya yaitu mengenai catatan kredit yang buruk, imbuhnya.
Tips keempat yakni menghindari berutang dengan cara gali lubang tutup lubang. Sebab mengambil hutang untuk membayar hutang yang lain nantinya tidak akan sehat buat keuangan. Kemudian yang kelima, ketahui bunga dan denda pinjaman di awal sebelum pinjaman. Tujuannya agar kita bisa mengukur juga kemampuan kita
Muhammad Tiarso, Head of Fundung ALAMI Gropu pada kesempatan webinar PWI – IKWI ini juga menjelaskan peran membangun UMKM melalui teknologi oleh Fintech Syariah. Antara lain dengan mengalokasikan pinjol atau pembiayaan dalam perbankan syariah itu kedalam sektor-sektor yang produktif.
Hal tersebut menjadi peluang fintech Syariah menginta Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Tak heran dari sisi fashion, Indonesia menempati peringkat tiga, dari sisi makanan halal pada peringkat ke empat. Bagaimana kita masih berada di bawah negara tetangga kita Malaysia? Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa masuk ke dalam peringkat 3 besar dunia.
ALAMI sendiri telah mengakusisi salah satu BPR Syariah dan mengubahnya menajdi Hijrah Bank dan telah mencairkan pinjaman sebesar Rp1,6 triliun di 2021 dan di tahun ini telah menyalurkan sekitar Rp3,2 triliun dengan rata-rata pencairan setiap bulan senilai Rp300 miliar. Dengan pencapaian ini, kami mengajak masyarakat untuk memanfaatkan pinjaman yang legal. Karena kalau ilegal pastinya akan merugikan secara keekonomian, imbuhnya.
Adapun skema yang ditawarkan ALAMI Group menurut Tiarso, sebagai platform pihaknya mencoba mendanai semua medium enterprise dari sektor logistik, kesehatan, pertambangan, power supply, hingga small medium enterprise. Kami melakukan analisa, scoring terhadap project yang akan kita biayai. Setelah project-nya siap visible, kami tawarkan ke financial institution seperti bank. Jadi banyak juga perbankan yang saat sedang kelebihan dana dan belum ada penyaluran, urainya.
Dia menambakan, ALAMI akan menambah 27 financial institusi untuk bekerjasama dalam mendanai proyek-proyek yang telah disiapkan. Saat ini yang sudah register itu ada lebih dari 100.000 di aplikasi kami, dan yang sudah aktif setiap bulannya mendanai itu ada sekitar 8000 sampai 10.000 orang. Jadi kami dalam support UMKM berbasis teknologi Insya Allah tidak kekurangan dana. Ada sekitar 16 lender korporasi yang siap mendanai, ungkap Tiarso.
Bukti Nyata Peran Fintech
Rina Apriana dari Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) dalam kesempatan yang sama menegaskan, asosiasi akan terus mendukung program literasi sebagaimana yang terus digaungkan oleh OJK. Saat ini anggota AFPI yang berjumlah 102 anggota dengan lisensi resmi OJK di bidang usaha produktif. Artinya anggota AFPI melayani UMKM baik individu maupun institusi dengan pendanaan multiguna baik secara konvensional maupun dengan konsep Syariah untuk tujuan produktif.
Rina menjelaskan bahwa sejak kehadirannya di 5-6 tahun lalu, AFPI yang didirakan sejak 2018 lalu telah mengalami perkembangannya sangat pesat. Anggota AFPI mengandalkan teknologi untuk bisa menjangkau layanan inklusi ke pelosok wilayah di Tanah Air. Jadi tidak perlu buka cabang di suatu daerah tapi bisa melayani masyarakat. Tetapi kita mempunyai court of conduct, kode etik dan juga memiliki pengaduan konsumen. Kalau misalnya sekarang kita kenal dengan adanya pinjol ilegal, sudah pasti itu bukan anggota AFPI, dan tidak termasuk yang diawasi oleh OJK, karena tidak mendaftar, tegasnya.
Dia menyebutkan, saat ini peran anggota AFPI secara jelas telah mendorong inklusi keuangan. Hal ini bisa dilihat dari sisi borrower atau peminjam itu sudah lebih dari 85 juta, sementara dari sisi juga lender atau yang pemilik dana telah mencapai 900 ratus ribu lebih. Sedangkan agregat pinjaman sampai dengan Juni 2002 telah mencapai lebih dari Rp400 triliun. Dan tingkat keberhasilan bayar lebih dari 97 persen.
Jadi bagaimana fintech meningkatkan inklusi keuangan, ya tentu saja ada beberapa peluang yang kita manfaatkan. Ada 186 juta individu produktif kemudian yang unvanked baik UMKM maupun yang individual itu 32 juta. Kemudian adanya gap penyaluran kredit UMKM nasional sebesar Rp1.650 triliun. Kita masuk mendukung inklusi keuangan dan literasi keuangan dengan teknologi, ketika bank tidak bisa menjangkau potensi itu, papar Rina. ( ab )