Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Nurchalish Madjid, atau lebih dikenal dengan Cak Nur (Allahummagfir Lahu), pernah mengemukakan, Indonesia bukanlah negara teokratis, bukan pula negara sekuler; ia adalah negara yang berlandaskan Pancasila.
Ungkapan tersebut, membingungkan bagi sebagian orang. Bagi mereka yang tidak memahami dengan baik problem ideologis bangsa ini, istilah negara Pancasila akan terdengar absurd. Namun di sisi lain, hal tersebut merupakan cara yang tepat bagi mayoritas masyarakat Indonesia, secara ideoogis, dalam memandang negerinya sendiri.
Bagi mereka yang memahami masalah ini, ungkapan tersebut di atas, menyiratkan adanya kompromi dan kesepakatan yang rumit di antara para pendiri Republik ini, yaitu kompromi yang rumit antara nasionalis muslim dan nasionalis sekuler menyangkut ideologi nasional yang resmi.
Hal ini mengingatkan anak bangsa ini, pada beberapa peristiwa beberapa bulan sebelum dan sesudah kemerdekaan, 17 Agustus 1945, yakni tatkala pasukan Jepang, yang disponsori Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau PPKI memperdebatkan mengenai landasan filosofis yang akan dijadikan pijakan Republik ini.
Nasionalis Muslim atau, setidaknya, yang secara islami mengilhami kaum nasionalis, menginginkan Indonesia yang merdeka berlandaskan Islam, dan itu berarti mengimplikasikan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Akan tetapi nasionalis sekuler, yang mayoritas dari mereka adalah penganut Islam sendiri atau non-Muslim, menolak gagasan di atas, sehubungan dengan realitas bahwa, ada juga non-Muslim yang turut berjuang melawan kaum penjajah.
Nasionalis sekuler tersebut, juga mengingatkan bahwa menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara Islam sama saja dengan merendahkan, secara tidak adil, penganut agama lain ke dalam warga negara kelas dua.
Soekarno, nasionalis sekuler paling terkemuka, presiden pertama negeri ini, menawarkan suatu kompromi dengan merujuk, secara bersama- sama, pada unsur- unsur kecenderungan ideologis manusia.
Soekarno lah yang memperkenalkan ide Pancasila, yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Nasionalisme, Demokrasi, dan Keadilan Sosial.
Pada 5 Juni 1945, hari ketika Soekarno menyampaikan pidatonya yang terkenal di depan PPKI guna menjelaskan ke-lima sila di atas, kemudian oleh sebagian rakyat Indonesia menganggap sebagai hari lahirnya Pancasila.
Namun sesungguhnya baru pada tanggal 22 Juli 1945-lah Pancasila menemukan bentuknya yang paling sempurna, yakni tatkala PPKI merumuskan konsep Deklarasi Kemerdekaan Indonesia, yang dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Dalam piagam tersebut disebutkan bahwa Indonesia berdasarkan 1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluk-nya; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia;4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagaimana dinyatakan dalam sila pertama, hal terpenting menyangkut Piagam Jakarta adalah yang menyatakan bahwa ketentuan bahwa Hukum Islam atau Syari'ah akan dijalankan oleh negara.
Dengan demikian pada hakikatnya Islam adalah agama negara Indonesia. Dokumen ini ditanda tangani oleh 9 pemimpin terkemuka Indonesia, delapan di antaranya beragama Islam dan seorang beragama Kristen, yaitu A. A. Maramis. Allah A'lam. ***
Makassar, 17 Agustus 2022