Piagam Jakarta (2)

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar

Piagam Jakarta, sesungguhnya dimaksudkan sebagai teks deklarasi kemerdekaan bangsa tepat pada waktunya masih harus dirumuskan, dan hal tersebut dimasukkan ke dalam mukaddimah dari Konstitusi Indonesia yang diusulkan. Namun, tatkala Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan bangsa ini, 17 Agustus 1945, mereka tidak menggunakan Piagam Jakarta.

Sebaliknya, mereka merumuskan sebuah dokumen baru, kemudian dikenal sebagai teks proklamasi, sebuah dokumen yang sangat ringkas yang di dalamnya tidak disebutkan secara rinci apa yang akan dijadikan nature dari negara Indonesia merdeka ini, dan di dalamnya tidak pula disebutkan sesuatu menyangkut agama Islam atau agama lainnya.

Keesokan harinya, 18 Agustus 1945, suatu alasan yang jelas menentang berdirinya negara Islam muncul dengan sendirinya. Tatkala berlangsung rapat PPKI untuk merumuskan konstitusi, sehari setelah kemerdekaan diumumkan, ada informasi yang menyatakan bahwa kaum Kristen yang berasal dari Sulawesi Utara  tanah kelahiran A A Maramis, secara serius menolak satu ungkapan dalam piagam tersebut yang menyatakan, “Ketuhanan dengan ketetapan tertentu kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi para pemeluknya”.

Muhammad Hatta, yang memimpin rapat tersebut, setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hasan dan Kasman Singodimedjo, dua pemimpin muslim terkemuka, menghapus ungkapan tujuh kata dari Piagam Jakarta yang menjadi keberatan oleh masyarakat Sulawesi Utara.

Sebagai gantinya, atas usul Ki Bagus Hadikusumo (yang kemudian menjadi ketua Muhammadiyah), ditambahkan sebuah ungkapan baru dalam sila Ketuhanan tersebut, sehingga berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada dasarnya, ungkapan ini, bagi mayoritas muslim, mengandung tekanan khusus mengenai kualitas monotheistik prinsip ke-Esaan Allah SWT yang sesuai dengan ajaran Islam, tauhid. Dan bagi mayoritas rakyat Indonesia, Konstitusi ini, dianggap netral, dari sudut agama, untuk tidak mengatakan sekuler.

Baca juga :  Peningkatan Akses Informasi Hukum Melalui Workshop Keluarga Sadar Hukum di Kota Makassar

PPKI mengadopsi versi piagam yang telah direvisi ini sebagai Mukaddimah Konstitusi Republik ini. Sejak saat itu, Konstitusi ini dikenal dengan Undang Undang Dasar 1945.

Pancasila dan UUD 1945 inilah dua serangkai yang lebih sering disebut dalam retorika politik Indonesia. Allah A'lam. ***

Makassar, 18 Agustus 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Jejak Dua Generasi Pejuang Makassar

Oleh Arjuna Asnan Amin Alumni Departemen Sejarah, FIB Universitas Hasanuddin Di Makassar, setiap nama jalan sesungguhnya menyimpan kisah. Ada sosok...

Kapolrestabes Medan Berikan Ultimatum Akan Tindaki ‘Panglong’ dan ‘Gudang Botot’ yang Terima Barang Hasil Curian

PEDOMANRAKYAT, MEDAN - Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Dr. Jean Calvijn Simanjuntak mengultimatum akan menidak tegas kepada 'Panglong' (tempat...

Ambrin BW Simbolon: Jadikan Perbedaan Sebagai Kekuatan

PEDOMANRAKYAT, MEDAN - Indonesia lahir dari semangat perbedaan yang disatukan lewat semangat Sumpah Pemuda yang diwariskan sampai sekarang....

Keluarga EMBAS Kembali Bersatu di Haul ke-40 M. Basir: Lelaki di Balik Logo Makassar dan Jiwa Pers Indonesia Timur

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Suasana haru dan khidmat menyelimuti kediaman Eka Oktavia Arifien Basir di Jalan Baji Rupa, Makassar,...