Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Allah SWT berfirman yang artinya, “Katakan (hai Muhammad), Aku hanyalah menasihatkan satu perkara saja kepada kamu semua, yaitu hendaknya kamu berdiri menghadap Allah SWT berdua-dua (bersama orang lain) ataupun sendirian, kemudian kamu berpikir. QS 34: 46.”
Ayat ini menegaskan perintah kepada Rasulullah SAW untuk menyampaikan pesan yang terdiri dari dua hal, namun hakikatnya tunggal, beribadah dan berpikir.
Bagi kaum beriman, makna firman tersebut sudah jelas, bahwasanya beribadah dan berfikir merupakan dua kegiatan yang tidak boleh dipisahkan. Beribadah yang memiliki efek pendekatan pribadi kepada Allah SWT, mengandung arti penginsafan diri pribadi akan makna hidupnya, yakni makna hidup yang berpangkal dari realita bahwa kita berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya.
Oleh karena itu, dengan sendirinya diharapkan bahwa seseorang yang beribadah akan sekurang-kurangnya memiliki perbentengan diri dari kemungkinan tergelincir kepada kejahatan. Inilah makna firman Allah SWT bahwa salat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
Positifnya, beribadah diharapkan memiliki efek tumbuh dan menguatnya moral, yaitu rasa keterikatan batin kepada keharusan berbuat baik untuk sesama manusia. Juga berarti diharapkan bahwa seseorang yang beribadah memiliki motivasi yang tulus untuk bekerja dan beraktivitas yang memberi manfaat kepada sesamanya.
Di sinilah relevansinya berpikir sebagai gandengan ibadah. Yakni, kita tidak dibenarkan begitu saja melakukan sesuatu yang kita anggap baik sebagai hasil dorongan ibadah kita, namun tanpa pengetahuan yang diperlukan untuk merealisasikan secara benar.
Dalam masyarakat, biasanya terjadi seseorang dengan dorongan kemauan baik hendak berbuat suatu kebaikan, namun hasilnya justru merugikan orang lain. Maka orang tersebut, karena kemauan baiknya, mungkin akan tetap mendapatkan pahala di akhirat nanti; tapi karena pengetahuannya, kemauan baiknya sendiri yang dia laksanakan secara tidak benar akibat tiadanya ilmu padanya, mungkin saja dia malah akan membuat sesamanya celaka.
Oleh karena itu, Allah SWT menegaskan dalam QS 58: 11, bahwa keunggulan akan diberikan Allah SWT kepada mereka yang beriman dan berilmu. Jadi, tidak beriman saja tanpa ilmu, dan juga sebaliknya tidak berilmu tanpa iman.
Kesatuan antara iman dan ilmu dalam Islam menjadi dasar perkembangan ilmu pengetahuan di zaman klasik era kejayaan umat Islam.
Ibadah sangat diperlukan, tapi dia harus berdasarkan sesuatu yang potensial masuk akal, bukan dongeng atau mitologi. Allah SWT mengingatkan akan kualitas orang beriman, “Jika diingatkan akan ayat-ayat Tuhan mereka, tidak tunduk sebagai orang yang tuli dan buta. QS 25: 73.
Menurut A. Hasan, orang beriman tunduk kepada Allah SWT dikarenakan mereka menggunakan pikiran mereka. Allah A'lam. ***
Makassar, 21 Agustus 2022