Bahkan ada yang mengaku wartawan dan juga pengurus pasar serta LPM Kelurahan Melayu Baru, yang mengeluarkan kata-kata tidak sopan, saat warga meminta agar pengelolaan penjual bisa tertib dan tidak menutup depan lorong, tempat keluar masuk warga. Tulisan peringatan agar menjaga kebersihan usai pasar juga tidak diindahkan.
“Sekarang saya dan keluarga juga mulai dirugikan, karena untuk menjaga keamanan rumah warga berjumlah 15 petak dalam lorong, dengan berniat memasang pintu pagar malah dilarang, dengan alasan fasilitas umum yang tidak boleh kami kuasai,” ungkap Elsye dengan nada heran.
“Kami tidak mempersoalkan keberadaan pasar, karena sudah berpuluh tahun ada disitu. Yang kami persoalkan adalah hak-hak warga yang bermukim di kawasan itu juga harus dihargai,” paparnya.
“Terutama Lemaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang tugasnya adalah pemberdayaan masyarakat, mestinya memahami keluhan dan kegelisahan masyarakat,” sambungnya.
Informasi yang diperoleh melalui salah satu pedagang Pasar Bacan, retribusi mereka bervariasi minimal Rp15 ribu per hari. Itu di luar jualan meja lapak bagi penjual yang harganya juga beragam hingga menyentuh jutaan rupiah. Pedagang yang enggan dimediakan itu, mengaku tidak mengetahui ikhwal adanya keluhan warga.
Upaya konfirmasi ke Lurah Melayu Baru belum berhasil karena menurut Staf Lurah sedang dinas luar. Oknum LPM yang disebut salah satu warga berinisial ‘OS’ yang selama ini ikut terlibat dalam pengelolaan kawasan pasar, tetapi tidak bisa mewakili aspirasi warga. (@)