Catatan Buku 100 Tahun M. Basir (1) : Karya dengan Catatan Presiden

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh M. Dahlan Abubakar

“100 Tahun M. Basir, Lebih Berkuasa dari Penguasa” merupakan karya yang luar biasa. Alasannya, sebagaimana diakui oleh penulis, Maysir Yulanwar. Pertama, ada catatan dari Presiden Jokowi dan sejumlah menterinya dan orang ternama lainnya.

Di bawah lambang Garuda dengan tulisan Istana Kepresidenan Republik Indonesia, Jokowi (sebagaimana tertulis di halaman XVI lengkap dengan tanda tangannya) menulis, ”Merupakan suatu kehormatan buat saya untuk membuat sedikit tulisan tentang M.Basir, pendiri 'Pedoman Rakyat' dari Sulawesi Selatan".

Kesan saya setelah membaca buku tentang, memperingati 100 tahun Almarhum – menarik sekali serta memberikan daya tarik tersendiri, Beliau bisa dibilang sebagai Pahlawan Media Cetak yang berjuang melalui tulisannya dan pernah menjadi Wartawan Istana di zaman Presiden ke-2.

Itu saja dari saya terima kasih. Ada Tandatangan. Jokowi. Komentar lain disampaikan Luhut Binsar Panjaitan, Prabowo Subianto, Sandiaga Salahuddin Uno, Rizal Ramli, Ridwan Saidi (almarhum), salah seorang budayawan Betawi dan intelektual Islam, dan juga Fadli Zon, mantan wartawan Majalah Tempo dan salah seorang politikus. Saya tidak perlu menukilkan kembali isi komentar mereka, takut menyaingi komentar Joko Widodo.

Tentu banyak orang bertanya-tanya, bagaimana perjalanan buku ini hingga tiba di tangan Joko Widodo. Maysir membeberkan secara rinci pada kata pengantarnya, khususnya pada halaman xi. Dia menyampaikan terima kasih buat Agus Anwar Moka, adiknya yang kedua, yang saban hari khusus menelepon kakaknya (Maysir).

Agendanya, berdiskusi panjang lebar mengenai buku ini hingga subuh. Berdiam di Jakarta, inisiatifnya luar biasa. Bersama istrinya, Dahlia Zein Moka, keduanya menyambangi budayawan Betawi Ridwan “Babe” Saidi (meninggal di RSPI Bintaro 25 Desember 2022) dan Wakil Ketua Gerindra Fadli Zon. Tujuannya, berbagi kisah tentang Basir.

Di sela tugasnya sebagai “titian muhibah” istana, mereka menemui begawan ekonomi dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI (2015) era Joko Widodo - M. Jusuf Kalla, Rizal Ramli. Dahlia Zein Moka juga berperan penting hingga Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, teringat kembali pada sosok M. Basir, meminta buku ini dari tangan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk lebih dulu ke kediamannya,

Baca juga :  Kembalikan Marwah Sulsel, Masyarakat Maccini Baji Dukung Panglima Ta'

Menghadirkan Basir ke dalam riuh kerja Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, yang padat itu, juga bukan persoalan mudah. Bahkan hingga buku ini tiba di tangan Presiden Joko Widodo dilakukan dengan baik oleh Dahlia.

“Buku ini telah berkeliaran di Istana Negara wacana ‘reshuffle’ sejumlah menteri pada Sidang Kabinet 11 Januari 2023,” tulis Maysir.

Buku ini diluncurkan dan dibicarakan di Hotel Melia pada tanggal 12 Februari 2023 dengan menampilkan pembicara H. Saiful Arief, SH (mantan wartawan PR dan kini menjabat Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar), penulis buku Maysir Yulanwar, dan saya, dipandu moderator Rusdin Tompo, Koordinator Satupena Sulawesi Selatan.

Peluncuran yang berlangsung di lantai 7 hotel yang hampir berhadapan dengan eks Kantor Harian Pedoman Rakyat dan PT Percetakan Sulawesi itu cukup ramai. Wali Kota Makassar diwakili Tenri A. Palallo yang menjabat Kepala Dinas Perpustakaan Kota Makassar, pakar ekonomi Sulsel A.Madjid Sallatu, sejumlah eks wartawan PR, para wartawan lain, seniman, dan sejumlah undangan hadir menyesaki ruang di puncak hotel itu.

Kedua, ada inovasi baru dalam penulisan buku, meskipun saya sudah sering melakukannya dalam beberapa buku yang ditulis. Kelebihan buku ini, inovasi itu diberi label TEROPONG. Dan TEROPONG adalah kisah orang-orang yang terkait dengan isi tulisan di dalam buku ini. Misalnya dengan kisah MR. LAKONDO (Hlm 11-17), tukang urut, satu-satunya pusaka yang dimiliki, pria kelahiran Baubau Buton dan masih berkerabat dengan Nadjamuddin Daeng Malewa, salah seorang yang namanya ada di dalam sejarah Negara Indonesia Timur atau Republik Indonesia Serikat (RIS) ini.

Mengapa TEROPONG ini penting agar pembaca tidak bertanya-tanya, siapa sebenarnya LAKONDO ? Di dalam sistem “lay out” surat kabar modern yang saya peroleh di Surabaya pada awal 1990-an dengan pemateri dari THE STRAIT TIMES Singapura, model TEROPONG ini dapat diidentikkan dengan sistem blok dalam penataan halaman surat kabar modern.

Baca juga :  Kembali Berpartisipasi Pada Ajang F8, Whiz Prime Sudirman dan Hasanuddin Tawarkan Voucher Menginap Harga Ekonomis

Artinya, sosok yang signifikan informasinya di dalam berita itu perlu mendapat tempat khusus dan dibuatkan boks (kotak tersendiri).

Di dalam buku ini ikut ter-TEROPONG, juga Julius Nyerere, Presiden Tanzania tahun 1964-1985. Nama lengkapnya Julius Kambarage Nyerere. Ia merupakan presiden Afrika pertama yang mengundurkan diri secara sukarela. Dia masuk TEROPONG karena pernah diurut oleh Lakondo. Hebatkan ?

Model TEROPONG yang digunakan Maysir di dalam buku ini, dalam karya-karya saya pun diberi petanda beda dengan cetak miring yang diapit oleh kurun dan tanpa gambar.

Saya kira model ini akan memberikan perspektif baru dalam penulisan buku dan juga tambahan wawasan dan pengetahuan bagi pembaca. Juga memudahkan pembaca mengetahui sosok yang terlibat di dalam berita itu.

Penulisan model TEROPONG saat ini tidak terlalu sulit karena informasi yang kita perlukan sudah tersedia di 'rumahnya Mbah Google'. Saya saat ini sedang merampungkan sebuah buku yang berisi catatan-catatan aktivitas jurnalistik saya yang diberi judul AKROBATIK JURNALISTIK MDA. Saat ini sudah terangkum 110 judul.

Model TEROPONG yang hanya dalam bentuk cetakan miring (coersif) yang selalu saya gunakan sebelumnya, kini disertai foto. Tetapi tetap tidak diberi judul tersendiri agar tuturannya 'nyambung' dan runtut dengan cerita lain. Jadi, hanya menambahkan kata pengalih alinea atau paragraf saja. Ya sama dengan di dalam buku ini. Karena saya merasa bahwa foto itu mewakili 1.000 kata. Sangat perlu.

Ketiga, di dalam buku ini kita dapat melihat tulisan-tulisan M. Basir pada masa lalu. Terus terang saya belum pernah membaca tulisan-tulisan tersebut. Saya hanya menjadi salah seorang murid beliau, tetapi tidak pernah membaca tulisan beliau karena justru saya sendiri diminta menulis sesuatu. Saya juga lupa meminta contoh tulisan-tulisan beliau sebagaimana yang dimuat di dalam buku ini.

Baca juga :  Tingkatkan Kamtibmas yang Aman dan Kondusif, Bhabinkamtibmas dan Babinsa Sambung Jawa Lakukan Patroli Dialogis

Saya menyimak sepintas, model naratif tulisan beliau itu ternyata merupakan genre dan aliran yang saya anut kemudian dan sering diingatkannya kepada saya. Beliau tidak pernah mengatakan misalnya bahwa ”kalau saya menulis harus begini”. Sama sekali tidak.

Keempat, pada tahun 1984 saya pernah ditugaskan oleh beliau untuk mengikuti perjalanan Gubernur A. Amiruddin ke Mamuju yang baru saja digasak gempa bumi. Mirisnya, saya diperintah setelah rombongan sudah beberapa jam lalu meninggalkan Kota Ujungpandang menggunakan kendaraan darat. Jalan poros Majene-Mamuju sejauh 144 km itu, oleh pengguna jalan itu disebut “bernapas dalam lumpur”.

“Kau cari kendaraan umum kejar rombongan Gubernur,” titah beliau. Saya tidak menjawab sama sekali, kecuali segera mengambil pakaian di rumah kontrakan, melapor ke istri, lalu menuju Terminal Panaikang.

Singkat cerita, saya baru tiba di Tapalang, beberapa kilometer sebelum masuk Kota Mamuju pagi keesokan harinya, berpapasan dengan rombongan Gubernur Amiruddin yang kembali ke Ujungpandang. Saya tidak kecewa dan memutuskan saya meliput seorang diri bukan dengan rombongan Gubernur.

Hebatnya, Aidir Amin Daud yang ikut bersama rombongan Gubernur belum tiba di Ujungpandang, berita saya justru sudah tiba di kantor pada pukul 18.00 Wita hari itu. Batas boleh mengirim telegram melalui kantor Telkom di Mamuju ketika itu.

Selama seminggu, saya tinggal di Mamuju dan meliput Bupati Mamuju Atiek Sutedja yang menyambangi warganya di tenda-tenda malam hari tanpa ramai-ramai dengan pejabat lainnya .

Ada satu kalimat yang untung tidak saya tanyakan kepada beliau ketika ditugaskan ke Mamuju. “Saya naik apa, Pak !?”.

Kalau saja pertanyaan itu saya lontarkan, boleh jadi beliau akan berkata, “Mau jalan kaki ??? Ha..ha..”. (Bersambung)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Penyelamat 2 Bocah yang Disekap, Kini Dimutasi ke Polres Bulukumba

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Dia adalah AKBP Restu Wijayanto, SIK, Kapolres Pelabuhan Makassar, lulusan Akademi Kepolisian (AKPOL) 2004, kini...

Bantuan 30 Mushaf Al-Quran untuk Masjid Wal-Ashry

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Bertempat di Masjid Wal-Ashry, Ir. H. Irwan dari Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) menyerahkan bantuan...

Disdagkop UKMP Lutim Gelar Operasi Pasar di Lokasi Safari Ramadhan Tomoni Timur

PEDOMANRAKYAT, LUWU TIMUR - Dinas Koperasi, Perdagangan, dan UKM (Disdagkop UKMP) Kabupaten Luwu Timur (Lutim) menggelar Operasi Pasar...

RAT Gapoktan Harapan Baru Cendana Hitam Timur: Transparansi dan Solusi Bagi Petani

PEDOMANRAKYAT, LUWU TIMUR - Rapat Akhir Tahun (RAT) Gapoktan Harapan Baru Cendana Hitam Timur Semester II 2024 bukan...