Diuraikan juga oleh Penatua Advokat Warinussy dalam nota keberatan bahwa ketiga terdakwa sesungguhnya masih berwarga negara Republik Indonesia sesuai Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing. Demikian juga mengenai posisi NRFPB yang menurut tim penasihat hukum para terdakwa masih belum dapat dikategorikan sebagai sebuah negara sebagaimana halnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah resmi dan eksis sebagai negara.
Pither Ponda tim penasihat hukum para terdakwa bahwa NRFPB masih bersifat sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas), belum menjadi sebuah negara, sehingga perbuatàn para terdakwà belum dapat disebut makar karena tidàk memenuhi amanat pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP mengenai Makar.
“Perbuatan para terdakwa Kostan Karlos Bonay, Andreas Sanggenafa dan Hellezvred Bezaliel Soleman Waropen menurut Penasihat Hukum nya masih dalam batas sebagai bagian dari penyampaian pendapat secara lisan dan tulisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 Undang Undang Dasar (UUD) 1945”,tandas Pither.
Tim penasihat hukum para terdakwa juga menyampaikan adanya uraian surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bertentangan dengan amanat pasal 143 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sehingga Penasihat Hukum para terdakwa meminta kepada Majelis Hakim yang diketuai hakim ketua Ni Putu agar surat dakwaan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Setelah mendengar pembacaan eksepsi tersebut, Hakim Ketua Ni Putu menunda persidangan ketiga terdakwa hingga Senin, (27/03/2023) mendatang dengan agenda pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hadir dalam persidangan Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari Ibrahim Khalil, SH, MH selaku salah satu JPU.(man*)