30 Maret 2023, Hari Film Nasional Ke-73, Momentum Berpikir Kritis Tentang Perfilman Indonesia

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Kabar gembira dari Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dengan terpilihnya kembali H, Deddy Mizwar secara aklamasi pada Kongres XXI sebagai Ketua Umum periode 2023–2028 tanggal 28 Februari 2023.

Diharapkan pada periode 5 tahun kepengurusannya ke depan yang lebih panjang 2 tahun dari sebelumnya, banyak kesempatan atau peluang PPFI untuk turut-serta memperbaiki ekosistem perfilman nasional.

Pada sambutan pengukuhannya, kembali sebagai Ketua Umum PPFI, Deddy Mizwar telah menyatakan bahwa setiap judul film nasional mempunyai hak untuk diputar di bioskop, maka beliau berjanji akan mengusahakan agar tidak ada lagi film Indonesia yang tidak diputar di bioskop.

Sebagaimana diketahui ruang lingkup pengembangan perfilman nasional tidak hanya mencakup tata-edar yang fair, melainkan juga perlu peningkatan kualitas produksi, termasuk didalamnya peningkatan kualitas SDM (karyawan dan artis) dan kualitas lokasi shooting serta Jasa Teknik / teknologi perfilman, agar film nasional yang dihasilkan dan diedarkan makin mampu menarik penonton untuk berbondong-bondong datang ke bioskop.

Hal tersebut mustahil jika penanganannya hanya diserahkan kepada insan film saja tanpa dukungan dari Pemerintah. Walaupun saat ini dukungan dari pemerintah telah ada kepastian karena merupakan amanat UU Perfilman, sehingga saat ini ada 2 (dua) instansi Pemerintah yang menangani perfilman, yaitu Kemendikbud. Karena kementerian ini menangani kebudayaan dimana film merupakan produk budaya.

Sementara Kemenparekraf, karena Kementerian ini menangani ekonomi kreatif dimana film sebagai salah satu unsur dari 14 unsur di dalamnya, namun disayangkan pejabat yang khusus menangani perfilman justru hanya pejabat setingkat eselon III, dibawah Direktur Film, Musik dan Media Baru (Pejabat Eselon II), Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud ristek.

Suatu kemunduran dibandingkan ketika belum ada UU Perfilman (sebelum tahun 1992), yaitu Perfilman ditangani oleh Departemen Penerangan dan yang menangani adalah pejabat Eselon II yaitu Direktur Pembinaan Perfilman. Pada saat Departemen Penerangan dibubarkan, urusan film kemudian dilanjutkan oleh Direktur Film di KemenBudpar.

Baca juga :  Membanggakan, 3 Siswi SMAS Golden Gate Lolos Menjadi Awardee Beasiswa Indonesia Maju 2022

Mengingat dari sisi fiskal, hasil pajak dari pemutaran film nasional di 420-an unit Bioskop (dengan lebih kurang seribu lima ratusan layar) yang terdapat di 60-an kota dari 514 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, dimana masing-masing daerah menerapkan aturan fiskal/pajak dalam bentuk Pajak Tontonan/Hiburan dengan tarif yang berbeda-beda, tentu akan meningkat jumlahnya secara significant apabila film nasional tsb dapat meraih jumlah penonton yang lebih banyak.

Maka sudah selayaknya pemerintah lebih serius mengupayakan pengembangan film nasional yang lebih baik.
Dari sisi budaya film akan mampu menjadi benteng budaya, sekaligus sebagai media sosialisasi budaya antar daerah. Sedangkan saat ini dari sekian ratus kabupaten/kota atau daerah tersebut, ada sekian banyak unsur budaya yang belum terungkapkan ke permukaan dalam bentuk film atau tontonan yang menarik sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Sehingga sudah sepatutnya pemerintah menggelontorkan dana dan menyiapkan SDM yang banyak dan mumpuni guna mampu mensosialisasikan UU Perfilman di seluruh daerah (514 Pemkot/Pemkab) sehingga mereka tertarik untuk mendukung perfilman nasional, baik dari sisi pengurangan Pajak Tontonan/Hiburan maupun menyiapkan lokasi dan alokasi dana untuk membantu produksi film daerah.

Ditambah lagi dengan diterapkannya keterbukaan dan kebebasan usaha di dunia perfilman telah membuat film Indonesia harus bersaing secara Head to Head dengan film Impor yang biaya produksinya dapat mencapai 5 Triliun Rupiah per produksi. Sudah selayaknya pemerintah perlu memfasilitasi peningkatan kualitas SDM perfilman agar mampu membuat film yang tidak kalah menariknya dibandingkan film impor.

Karena itu, penanganan masalah perfilman nasional seharusnya ditingkatkan penanganannya ke tingkat Direktorat Jenderal atau Wakil Menteri yang khusus membidangi masalah film.

Sebagai ilustrasi, di Thailand, penanganan/koordinasi perfilman nasionalnya dibawah Prime Minister Office, sehingga terdapat cukup waktu, tenaga/staf dan sumber daya yang mumpuni untuk meningkatkan tidak hanya kuantitas dan kualitas produksi film-nya, akan tetapi juga peningkatan daya tarik film yang akan bermuara pada peningkatan pendapatan negara dari sisi fiskal/pajak di sektor film.

Baca juga :  Setelah Rampungkan TPD Ganjar-Mahfud, Danny : Akan Segera Bentuk TPK

Peningkatan hasil edar film nasional yang akan meningkatkan penerimaan negara dalam bentuk Pajak Tontonan/Hiburan dan Pajak Penghasilan yang meningkat, hal mana akan membuat Bantuan Pemerintah dalam bentuk pengalokasian dana dan SDM di sektor perfilman, tidak akan mubazir. (***)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Rumah Zakat Sulsel Gelar Khitanan Massal untuk 50 Anak, Didukung TIGALAPAN INDONESIA

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Rumah Zakat Sulawesi Selatan menggelar khitanan massal untuk 50 anak dari keluarga kurang mampu,...

SMAN 3 Maros Diduga Tagih Iuran Sekolah, Orang Tua Siswa Mengeluh

PEDOMAN RAKYAT - MAROS. SMAN 3 Maros diduga melakukan pungutan iuran sekolah kepada siswa sebesar Rp. 85.000 per...

Majene dan Polman Resmi Bergabung, PALASARA Lengkapi 10 DPW Menuju Pelantikan Akbar

PEDOMANRAKYAT, MAJENE - Konsolidasi organisasi adat modern PALASARA (Perkumpulan Lembaga Adat Sulawesi Selatan dan Barat) kembali melangkah signifikan....

IKA SMANSA 82 dan PEDOMANRAKYAT.CO.ID Gelar “Liga Cacing Domino Pasangan 2025”, Pendaftaran Gratis dan Berhadiah Jutaan Rupiah

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Dalam rangka menjalin silaturahmi antar penggemar olahraga domino di alumni SMA Negeri 1 (SMANSA) maupun...