Undang-undang Pers Tidak Punya Turunan

Bagikan:

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh: Asnawin Aminuddin (Mahasiswa S2 Ilmu Pemerintahan Universitas Pancasakti Makassar)

DALAM diskusi di grup WA (WhatsApp) Kelas S2 Ilmu Pemerintahan, kami berdiskusi tentang analisis kebijakan publik mengenai latar belakang dan tujuan lahirnya sebuah undang-undang. Setiap mahasiswa disuruh memilih satu undang-undang untuk dianalisa dari sisi kebijakan publik.

Saya kebetulan memilih Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, tentang Pers, karena saya kebetulan berlatar belakang profesi wartawan.

Teman kami bertanya, “UU Pers apa saja turunannya?” Dan saya jawab bahwa, “UU Pers tidak ada turunannya”. Sambil bercanda saya mengatakan, “UU Pers tidak punya turunan karena tidak pernah menikah, he..he..he…”.

Teman kami protes dan bertanya, “Masa tidak ada? misalnya UU Cipta Kerja (Omnibus law) UU ini melahirkan UU Ketenagakerjaan, dan di dalam ketenagakerjaan melahirkan Perpres. Misalnya PP NO 35 Tahun 2021 yang mengatur masalah hak-hak pekerja”.

Saya jawab, “Betul, UU Pers tidak ada turunannya, tidak ada PP-nya”.

Teman kami mengatakan, “UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, apakah tidak serumpun dengan UU No 40 1999? Kode etik Jurnalistik itu apakah terpisah dengan UU-nya? Demikian pun UU Pers yang mengatur masalah kode etik jurnalis. Ini yang saya maksud turunannya (memasang emoji tersenyum)”.

Menjawab pertanyaan apakah Kode Etik Jurnalistik terpisah dengan UU Pers, saya katakan, Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh masyarakat pers, bukan oleh pemerintah, jadi bukan turunan UU Pers.

“Berarti Kode Etik Jurnalis itu bukan termasuk kebijakan publik ya? Maksud saya kode etik terlahir dari/atau karena adanya UU Pers itu. Berarti Kode Etik Jurnalis lahir dari UU pers kan? (memasang emoji tersenyum)” tanya teman kami.

Baca juga :  Andi Makmur Panangian, Penyelam Profesional Ini Terjun ke Politik Karena Ingin Menjaga Lautan Indonesia

Saya menjelaskan bahwa kode etik itu adalah etika yang mengikat masyarakat dalam sebuah profesi. Ada kode etik jurnalistik, ada kode etik guru, ada kode etik pengacara.

Teman kami mengatakan bahwa sudah benar itu. Adanya aturan (Kode Etik Jurnalistik) itu karena ada induknya yang bernama UU No 40 tahun 1999, yang mengatur masalah Pers. Maka insan pers harus membuat frame berdasarkan ketentuan perundang-undangannya.

Tentang pertanyaan bahwa apakah Kode Etik Jurnalis itu bukan termasuk kebijakan publik, saya katakan, “Betul, Kode Etik itu bukan kebijakan publik karena dia lahir dari bawah, bukan dari atas (pemerintah)”.

Masih belum puas, teman kami mengatakan, “Kalau wartawan tidak mematuhi UU Pers berarti dia dianggap melanggar kode etik jurnalis”.

Kemudian terhadap pernyataan saya bahwa Kode Etik itu bukan kebijakan publik karena dia lahir dari bawah, bukan dari atas (pemerintah), teman kami mengatakan, “Naah ini yang saya kurang sepakat. Publik di sini dimaknai dalam konteks homogen (khusus pers kalau undang-undangnya untuk pers). Jadi apapun yg terlahir dalam Undang-undang itu, maka itulah yang disebut kebijakan publik”.

Mengenai pernyataannya bahwa kalau wartawan tidak mematuhi UU Pers berarti dia dianggap melanggar kode etik jurnalis, saya katakan, “Kode etik merupakan bagian dari hukum positif tertulis, tetapi perlu diketahui bahwa kode etik profesi tidaklah sama dengan undang-undang. Keberlakuan kode etik profesi semata-mata berdasarkan kesadaran moral anggota profesi, berbeda dengan undang-undang yang bersifat memaksa dan dibekali sanksi berat”.

“Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi menerima sanksi dan atau denda dari induk organisasi profesinya, sedangkan pelanggaran terhadap aturan hukum atau undang-undang dihakimi/diadili oleh lembaga peradilan yang berwenang untuk itu,” kata saya.

Baca juga :  11 Bulan Jadi Buronan Polsek Tegalsari, Pelaku Pencurian Akhirnya Diringkus Resmob Polres Toraja Utara

Saya juga menjelaskan bahwa kebijakan publik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dinyatakan oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan.

Terhadap penjelasan saya bahwa kode etik merupakan bagian dari hukum positif tertulis, tetapi perlu diketahui bahwa kode etik profesi tidaklah sama dengan undang-undang, teman kami mengatakan, “Makanya saya bilang kode etik itu turunannya UU Pers. Karena kode etik induk pedomannya ke UU, dan itu adalah bentuk kebijakan juga. Artinya, UU tidak boleh diterima secara positivistik saja. Karena ada namanya penyesuaian. Makanya ketika ada UU yg dibuat kemudian tidak  sesuai dengan kultur sosial budaya yang berlaku, harus di revisi ulang”.

Saya jelaskan, “Turunan itu maksudnya aturan turunan yang dibuat oleh pemerintah dari aturan lebih tinggi. Kalau Kode Etik bukan dibuat oleh pemerintah, tapi oleh masyarakat dalam sebuah profesi”.

Teman kami menimpali dengan mengatakan, “Maka dalam UU dia cuma mengatur garis garis besarnya saja. Soal penjabarannya disesuaikan dengan kondisinya, sepanjang tidak keluar dari substansi UU-nya. Tapi ketika Undang undang dibuat bertentangan dengan budaya sosial, itu yang di cabut dan digantikan lagi dengan UU yabg relevan. Termasuk perkembangan zaman”.

Mengenai penjelasan saya bahwa kode etik merupakan bagian dari hukum positif tertulis, tetapi perlu diketahui bahwa kode etik profesi tidaklah sama dengan undang-undang, teman kami mengatakan, “Pers tidak boleh dipidanakan ketika terjadi pelanggaran hukum. Pers hanya di sanksi oleh lembaga yabg menaunginya dalam hal ini adalah Dewan Pers. Makanya dibuatkan kode etik agar para wartawannya itu Tidak keluar dari jalur ketentuan UU-nya. Itu yang saya pahami terkait UU Pers itu. Jadi saya tidak sepakat kalau Pers di jerat dengan tindakan Pidana ketika ia menjalankan profesinya”.

Baca juga :  Zadrak : Reward PPD, Bukti Pemda Tana Toraja Berkinerja Baik

Saya katakan itu sudah benar, tapi Kode Etik Jurnalistik itu bukan turunan UU Pers, tapi teman kami tetap ngotot dengan mengatakan, “Saya belum setuju kalau soal ini. Kode etik lahir dari UU Pers. Banyak saya liat kasus kasus seperti itu, wartawan di jerat dengan UU ITE. Lucunya lagi polisinya kagak paham masalah ini”.

Saya kemudian mengirimkan link sebuah berita berjudul, “Rudiantara Pastikan Tak Ada Peraturan Turunan dari UU Pers”.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Gandeng Dinkes. Pegawai dan Mitra PLN ULP Tanete Jalani Cek Kesehatan

PEDOMANRAKYAT, BULUKUMBA -- Dalam rangka memperingati Bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Nasional, PT PLN (Persero) Unit Layanan...

Mencuri di Toraja, Pria Asal Jatim Diringkus di Kota Makassar Beserta Barang Bukti

PEDOMANRAKYAT, TORAJA UTARA,' Unit Resmob Polres Toraja Utara Polda Sulsel berhasil mengungkap kasus tindak pidana pencurian dengan pemberatan...

Primkoppol Resor Soppeng Gelar RAT Tahun Buku 2024

PEDOMANRAKYAT,SOPPENG – Primair Koperasi Kepolisian (Primkoppol) Resor Soppeng menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT) Tahun Buku 2024 di Aula...

Mengedukasi Siswa, Satlantas Polres Soppeng Goes To School

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG - Dalam upaya mengedukasi Siswa (wi) tentang pengetahuan tertib berlalulintas di jalan raya,Satuan Lalu Lintas (Satlantas)Polres...