PEDOMANRAKYAT, JENEPONTO. Perhelatan pesta demokrasi semakin dekat. Pemilihan presiden dan para wakil rakyat tujuh bulan lagi.
Adapun pemilihan kepala daerah, meski masih satu setengah tahun lagi, sudah mulai menghangat. Beberapa baliho dan atribut gambar para calon sudah ramai menghiasi kota dan daerah.
Tapi ada yang menarik namun janggal. Baliho Calon Bupati Jeneponto yang sama terlihat di beberapa sudut kota Makassar.
Kejanggalan ini diakui Maysir Yulanwar mendapat respon beragam dari beberapa teman seniman, keluarga, dosen, terutama mahasiswa.
“Kenapa tosseng ada baliho cabup Jeneponto di sini?” heran beberapa mahasiswa setelah melihat baliho itu di bilangan jalan Hertasning dan di area terminal Malengkeri Makassar.
“Bagus kalo sudah heran. Berarti ada mi perhatian,” ungkap Maysir Yulanwar saat ditemui di Café Cinta, Jl. Lamadukelleng, Makassar, Kamis (27/7/23).
Menurutnya banyak warga Jeneponto yang beraktivitas di kota Makassar, yang jika pemilihan bupati tiba tidak sedikit yang pulang kampung untuk memberikan suaranya.
“Masyarakat Jeneponto sangat peduli daerahnya. Itu dibuktikan dengan antusiasme mereka memberikan suara saat pemilihan bupatinya. Mereka ingin perubahan. Perubahan nyata yaa.. tapi sayang, suara mereka tidak teramanah dengan baik oleh bupati terpilih,” kata penyair ini.
Sebagai putera Turatea, Maysir mengajak diri untuk berani menghadapi kenyataan.
“Kita harus berani melihat kenyataan bahwa sudah dua dekade lebih Jeneponto menyandang predikat kabupaten termiskin di Sulsel. Kita harus jujur dan berani akui bahwa para bupati telah gagal, termasuk bupati Jeneponto sekarang. Jangan lagi berdalih, ini kenyataan. Masyarakat Jeneponto harus berani sadar bahwa suara dan kepercayaan mereka disalahgunakan.”
Lama berkecimpung di dunia jurnalis (pernah bergelut sebagai pemimpin redaksi di beberapa media cetak dan online), Maysir Yulanwar kini aktif bergiat di dunia kepenulisan, seni dan pendidikan.
Dalam diskusi santai di café lantai 2 itu, Maysir memberikan sedikit ‘bocoran’ perihal langkah taktis selanjutnya.
“Setelah meramaikan Makassar, saya bersama tim inti akan ke Jeneponto. Akan ada kejutan yang sifatnya edukasi. Bismillah, mohon doanya.”
Pencinta kopi pahit ini mengaku prihatin pada negerinya Jeneponto.
“Definisi kejahatan menurut saya bertambah. Pemimpin yang memperkaya diri di tengah masyarakatnya yang miskin, itu kejahatan sesungguhnya,” kata Ketua Yayasan Institut Turatea Indonesia (INTI) Jeneponto ini serius.
“Saya sangat prihatin, tapi saya percaya saya tidak sendiri. Ini harus diakhiri,” pungkasnya. [Ardhy M. Basir]