Apalagi materi yang dibahas adalah peran penting Bumdes dalam menggerakkan ekonomi desa. Dia berharap, di masa datang Bumdes bisa mandiri, sehingga desa sudah siap jika tak ada lagi bantuan dana desa yang diturunkan oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, Ketua Program Stuid Magister Manajemen UIT Dr Nisma Iriani mengatakan, kegiatan itu sebagai salah satu wujud dari tiga pilar Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya kewajiban melakukan pengabdiana kepada masyarakat .
“Bumdes dipilih sebagai topik dalam PKM tersebut, karena dinilai stragetis dan penting dalam gerakan perekonomian desa,” katanya.
Dia mengatakan, banyak potensi desa yang bisa dikembangkan oleh Bundes, termasuk pariwisata.
Hal senada disampaikan Direktur Pasca Sarjana UIT Prof Dr Wahid Wahab MSc yang berharap pengabdian masyarakat itu menjadi motivasi mahasiswa dalam menyelesaikan studinya. Dia memuji tema yang dipilih dalam kegiatan itu.
“Kegiatan ini sangat memotivasi. Jangan tunda pembelajaran. Usahakan selesai empat semester,” katanya memotivasi.
Ketua Panitia, Amir, dalam paparannya mengatakan, Bumdes bisa menjadi motor penggerak untuk membangun ekonomi desa dengan mengembangkan potensi desa. Bahkan, Bumdes bisa menciptakan lapangan kerja di bidang dan pertanian misalnya.
Dikatakan pula, dengan mengembangkan Bumdes, maka urbanisasi bisa ditekan. Usaha kecil dana menengah bisa dikembangkan melalui melalui pengelolaan hasil bumi. Termasuk mengelola destinasi wisata.
Saat dialog interaktif dengan pengelola Bumdes, komunikasi sangat cair. Ada tiga pengelola dari 10 Bumdes yang diundang menyampaikan tanggapan. Bahkan ada yang curhat menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi.
Pengelola Bumdes Panciro menyampaikan lembaganya mengembangkan dua unit usaha yakni pengolahan sampah dan peternakan ikan lele. Dia berharap ada pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan, khususnya terkait pemasan produknya.
Sementara pengelola Bumdes Maccini Baji mengaku kesulitan mengembangkan Bumdes karena kentalnya campur tangan pimpinan pemerintahan dalam oeprasional usaha milik desa tersebut.
Dia menyebut kebijakan lebih dominan dari peraturan sehingga pengelola tidak bisa bekerja maksimal.***