PEDOMANRAKYAT, BAJENG GOWA – Sebagai wujud dari tridarma perguruan tinggi, mahasiswa program pascasarjana (PPS) magister manajemen Universitas Indonesia Timur (UIT) melakukan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di Kelurahan Limbung, Kecamatan Bajeng, Gowa.
Dalam PKM yang berlangsung, Sabtu (2/9/2023) itu, mahasiswa semester dua pascasarjana magister manajemen UIT tersebut mengusung topik sosialisasi Peran Penting Bumdes (Badan Usaha Milik Desa) dalam menggerakkan ekonomi desa.
Pertemuan yang berlangsung di Rumah Makan Limbung Mas Indah Jl Muhammadiyah Limbung diikuti belasan pengelola Bumdes di Kecamatan Bajeng. Diskusi yang dipandu mahasiswa PPS Magister Manajemen UIT Sadriana SPdi itu berlangsung dinamis.
Kegiatan dibuka oleh Direktur Pascasarjana UIT Prof Dr Wahid Wahab MSc. Hadir Rektor UIT Dr Abd Rahman SPt, SE, Msi dan Wakil Rektor Dr Arjang ST MT MM, serta Ketua Program Studi Magister Manajemen Dr Nisma Iriani SE MSi.
Hadir pula sejumlah pengampu mata kuliah program magister manajemen seperti; Dr Rostini SE Msi, Dr Syahribulan SE Msi, Dr Mardia SP Msi, dan Dr Syurwana SE MM.
Rektor Universitas Indonesia Timur Dr Abd Rahman SPt SE Msi menyebut urgennya mengelola dana desa untuk kepentingan warga desa.
Terkait pengembagan Bumdes, Rektor Abd Rahman mengingatkan, kegagalan sejumlah badan usaha skala desa yang sudah ada sebelumnya, seperti koperasi. Dalam perkembangannya tidak tumbuh seperti yang diharapkan.
Dia juga mengisahkan dirinya yang pernah terlibat dalam program Sarjana Penggerak Pengembangan Desa (SP3).
Abd Rahman menyoroti pula makin dinamisnya pemilihan kepala desa sekarang ini dibandingkan masa sebelumnya. Itu karena mereka melihat banyak dana yang bisa dikelola oleh pemerintahan desa.
“Banyak yang berlomba jadi kades karena banyak peluang untuk memanfaatkan dana desa yang jumlahnya mencapai miliaran,” katanya.
Camat Bajeng diwakili Kasi Pemberdayaan Masyarakat Desa, Zainal Abidin, merespons positif PKM yang dilakukan oleh mahasiswa magister manajemen Universitas Indonesia Timur di daerah tersebut.
Apalagi materi yang dibahas adalah peran penting Bumdes dalam menggerakkan ekonomi desa. Dia berharap, di masa datang Bumdes bisa mandiri, sehingga desa sudah siap jika tak ada lagi bantuan dana desa yang diturunkan oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, Ketua Program Stuid Magister Manajemen UIT Dr Nisma Iriani mengatakan, kegiatan itu sebagai salah satu wujud dari tiga pilar Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya kewajiban melakukan pengabdiana kepada masyarakat .
“Bumdes dipilih sebagai topik dalam PKM tersebut, karena dinilai stragetis dan penting dalam gerakan perekonomian desa,” katanya.
Dia mengatakan, banyak potensi desa yang bisa dikembangkan oleh Bundes, termasuk pariwisata.
Hal senada disampaikan Direktur Pasca Sarjana UIT Prof Dr Wahid Wahab MSc yang berharap pengabdian masyarakat itu menjadi motivasi mahasiswa dalam menyelesaikan studinya. Dia memuji tema yang dipilih dalam kegiatan itu.
“Kegiatan ini sangat memotivasi. Jangan tunda pembelajaran. Usahakan selesai empat semester,” katanya memotivasi.
Ketua Panitia, Amir, dalam paparannya mengatakan, Bumdes bisa menjadi motor penggerak untuk membangun ekonomi desa dengan mengembangkan potensi desa. Bahkan, Bumdes bisa menciptakan lapangan kerja di bidang dan pertanian misalnya.
Dikatakan pula, dengan mengembangkan Bumdes, maka urbanisasi bisa ditekan. Usaha kecil dana menengah bisa dikembangkan melalui melalui pengelolaan hasil bumi. Termasuk mengelola destinasi wisata.
Saat dialog interaktif dengan pengelola Bumdes, komunikasi sangat cair. Ada tiga pengelola dari 10 Bumdes yang diundang menyampaikan tanggapan. Bahkan ada yang curhat menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi.
Pengelola Bumdes Panciro menyampaikan lembaganya mengembangkan dua unit usaha yakni pengolahan sampah dan peternakan ikan lele. Dia berharap ada pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan, khususnya terkait pemasan produknya.
Sementara pengelola Bumdes Maccini Baji mengaku kesulitan mengembangkan Bumdes karena kentalnya campur tangan pimpinan pemerintahan dalam oeprasional usaha milik desa tersebut.
Dia menyebut kebijakan lebih dominan dari peraturan sehingga pengelola tidak bisa bekerja maksimal.***