PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR. - Kopi kini benar-benar menjadi gaya hidup semua kalangan. Sekarang kopi nikmat tidak hanya bertengger di gedung mewah atau hotel berbintang. Di sudut kompleks yang menjadi simpul keramaian warga pun sudah ada. Bukan hanya kopi, beberapa minuman kekinian yang favoritpun tersedia.
Menjamurnya kafe-resto hingga ke kompleks perumahan, bukan berarti para pemiliknya tidak mengantongi izin yang sah dari pemerintah.
Kemudahan memperoleh izin dari pemerintah berdampak menjamurnya kafe-resto hingga kearea pemukiman membuat warga sekitar sangat terganggu dengan suara musik yang hingar bingar. Kebisingan tersebut berlangsung hingga larut malam. Selain mengganggu juga membuat berantakan tata ruang kota " kalau " masih ada.
Dulu, untuk memperoleh izin usaha dari pemerintah, pemohon terlebih dahulu harus mengantongi izin gangguan atau HO ( Hinder Ordenansi ), sekarang sepertinya tidak lagi, cukup memiliki Kartu Keluarga, KTP dan email. Kemudian mendatangi Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Makassar. Tidak nenunggu lama Izinpun akan terbit.
Perizinan dengan sistem online memang dibutuhkan karena sangat memudahkan bagi para pengusaha di satu sisi, di sisi lain akan menyulitkan warga jika ingin mengadu. Warga harus kemana ? Mau ke lurah atau camat, yakinlah mereka tidak tahu, pasalnya dalam penerbitan izin usaha mereka tidak lagi dilibatkan.
Kini timbul pertanyaan baru, masyarakat harus mengaduh kemana ?
Jalan satu satunya mengirim " surat somasi " yang ditujukan kepada walikota.
Jadi sebaiknya, Pemkot Makassar harus kembali keprosedur lama dalam pengurusan izin atau NIB ( No Izin Berusaha ), dimana melibatkan warga khususnya yang tinggal di samping kiri/kanan usaha itu.
Proses terbitnya bisa cepat, tapi sebaiknya dokumennya lengkap seperti izin tetangga, surat keterangan lurah/camat. Dengan begitu, pemerintah bisa tetap memantau jika ada kafe-resto yang beroperasi melebihi jam yang ditentukan.
Menjadi " Dewa "
Sesuai komitmen pemerintah, usaha mikro kecil ( UMK ) diberi kemudahan. Artinya, pemerintah dan negara hadir bagi para pelaku UMK untuk menaikkan kelas mereka.
Namun sayangnya, banyak kafe-resto karena sudah memiliki NIB Perseorangan merasa diatas angin. Dengan memiliki NIB ( Nomor Izin Berusaha ) merasa mereka sudah menjadi " dewa " dan segala galanya sudah oke.
Padahal, dengan mengantongi NIB, banyak " aturan " yang tak tertulis yang harus dipatuhi diantara suara musik tidak mengganggu warga sekitar.
"Karena, ketika mereka mengajukan permohonan izin, minimal mereka berkomitmen pada diri sendiri kehadirannya tidak akan mengganggu warga sekitarnya".
Dari penelusuran " pedomanrakyat.co.id" di daerah pusat pemerintahan kota Makassar.
Kita mulai dari Jalan Penghibur disitu ada " Kareba ", warga sekitarpun keluhkan, musiknya sangat mengganggu. Semakin larut malam musiknya semakin " kencang ".
Warga ingun mengadu tapi tidak tahu harus kemana.
Dan konon kabarnya " Kareba " milik mantan anggota DPRD Makassar, yang sudah pasti tau aturan bagaimana hidup bermasyarakat.
Tidak jauh dari situ, memasuki gank kecil di kelurahan Bulo Gading salah satu contoh di Jalan Dg. Tompo ada dua tempat ngumpulnya anak muda " Cafe Move Up " menyuguhkan Life Musik di malam Jumat dan Musik Saturday Nigth di malam Sabtu sementara " Terima Kasih Kopi " tidak jauh dari Cafe Move Up tentu tidak mau kalah akan menyuguhkan musik yang memekakkan telinga.
Tempat Hiburan Malam ( THM ) tersebut, hanya sebagai contoh kecil, tentu masih ada THM semacam itu ditempat lain yang sama mengganggunya bahkan mungkin lebih.
Melihat kenyataan tersebut, ke tiga tempat ini tergolong sangat dekat dengan pusat pemerintahan kota Makassar sudah sangat sulit untuk ditertibkan bagaimana dengan usaha yang sama, yang berada misalnya di Kecamatan Tamalanrea atau Sudiang, tentu akan lebih sulit lagi ditertibkan.
Untuk itu muncul pertanyaan, warga harus melapor kemana ? ( ab )