PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Aksi intimidasi Security atas nama "Hendra" di rumah sakit Siloam Kota Makassar yang dengan arogan menyuruh menghapus video Wartawan Timurnews.com saat meliput peristiwa warga yaitu pasangan suami istri (pasutri) yang lehernya terlilit kabel optik milik Aikon Plus anak perusahaan dari PLN di Jalan Tanjung Merdeka didepan Mall Trans 7, Rabu (18/10/2023) sekira pukul 11.00 Wita.
Peristiwa ini terjadi ketika awak media mengambil gambar video sewaktu korban diturunkan dari mobil guna mendapatkan perawatan di rumah sakit tersebut.
"Hapus itu gambarmu, tidak bisa ambil gambar disini, kami punya Undang-Undang, kau wartawan dari mana ? mana Id Card mu, sini saya periksa," ujar oknum security Hendra dengan wajah yang sinis dan arogan kepada awak media.
Tidak sampai disitu saja, oknum security tersebut mendorong wartawan dan menyuruh membaca tulisan aturan rumah sakit tersebut yang diambil dari dalam ruangan rumah sakit lalu ia membawanya keluar, coba baca itu, tambah oknum security dengan gaya mirip preman yang mengintimidasi wartawan.
"Pak, saya ini ambil gambar di ruang publik, bukan mengambil gambar di dalam ruang rumah sakit, kalau di dalam ruang rumah sakit, yah tentu saya tahu juga aturan internal rumah sakit pak security," ujar wartawan yang identik dengan rambut gondrong itu.
Untuk menghindari kekerasan fisik dari security terpaksa video hasil liputan media timur news langsung dihapus.
"Santaimaki Pak janganmi main paksa begini, saya hapus ji," imbuhnya.
Dari pengakuan oknum security Hendra ke awak media, sudah banyak video wartawan yang meliput di areal terbuka rumah sakit tersebut, dirinya suruh hapus.
"Sudah banyak mi wartawan yang ambil gambar di sini saya suruh hapus, karena tidak sembarang disini ambil gambar, ini kan rumah sakit internasional," ucap dia dengan bahasa arogan.
Dari peristiwa tersebut, gambar video hasil liputan media timurnews.com terhapus, yang tersisa hanya gambar di TKP kecelakaan tersebut.
Berdasarkan UU kebebasan PERS no 40 tahun 99, pasal 4 :
1. Kemerdekaan Pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembrendelan atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan Pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Pasal 1 ayat (8) Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebahagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
Dengan demikian, seseorang yang dengan sengaja menghambat dan menghalangi tugas wartawan otomatis melanggar ketentuan pasal tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.
Kini korban telah melaporkan kejadian tersebut di Mapolrestabes Makassar dengan laporan informasi nomor : LI/77/X/2023/Reskrim, Tanggal 19 Oktober 2023.
Terkait hal ini salah satu Aktivis Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) mengecam atas aksi intimidasi dan arogansi oknum sekuriti RS Siloam Makassar.
Dilansir dari media Wartasulsel.net Andi Pangerang SH menyebut, aksi intimidasi terhadap wartawan dan melarang wartawan untuk liputan itu tidak hanya kriminal tapi juga bertentangan dengan undang-undang pers.
“Pelarangan liputan, bisa di pidana, apalagi ini sudah menghambat, Terlebih yang dilakukan oleh sekurity yang harusnya sudah bisa paham tentang kerja-kerja pers. Jangan-jangan satpam itu tidak ikut pendidikan sekuriti, yang notabene di bawah naungan Polri,” katanya, Kamis (19/10/2023).
Menurutnya, wartawan tidak boleh mengalami intimidasi saat peliputan. Sebab, wartawan dilindungi undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Andi Pangerang meminta pihak terkait agar melakukan evaluasi perilaku oknum satpam seperti itu kepada awak media, agar oknum-oknum security tidak menjadi hambatan bagi insan pers kedepannya.(*/Hdr)