”Pemimpin itu harus bisa melihat dengan mata rakyat, harus mengerti bahasa rakyat, dan merasakan perasaan rakyat. Memajukan kemakmuran rakyat adalah tugas setiap pemimpin,” ucap Danny mengutip sifat kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
Kata Danny lagi, pemimpin itu beragam. Ada pemimpin proyek yang berpikir setahun sekali. Ada pemimpin politik yang berpikir lima tahun sekali. Adapula pemimpin yang negarawan yang berpikir melewati masa jabatannya,” ucap Danny.
Pj Sekprov Sulsel Andi Muh.Arsyad mengatakan, hal yang paling banyak dialami para pemimpin adalah politisasi birokrasi. Dia menyebut itu terjadi ketika menghadapi pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) seperti saat ini.
“Kalau menjelang kedua peristiwa itu pegawai bisa ‘dumba-dumba’ (deg-degan) karena pemerintahan tidak bisa berjalan tanpa intervensi politik,” ujar Andi Muh.Arsyad.
Bagi para karyawan, kekhawatiran dalam agenda nasional seperti itu kerap menimbulkan ketidakpastian karena tidak ada sistem yang memberikan imunitas tanpa intervensi politik kepada aparatus. Jika kepemimpinan lemah, kelak akan berefek. Perlu ada sistem yang bisa memproteksi aparatur sesuai dengan sistem pemerintahan yang baik.
Dekan FISIP Unhas Prof. Dr. Phil Syukri Tamma menegaskan, pemimpin harus hati-hati dalam melaksanakan tugasnya, Sebab, seorang pemimpin merupakan muara etika. Muara dari semua aspek.
“Pemimpin adalah ‘role mode’,” ujar Prof. Syukri.
Banyak pemimpin yang hanya ingin wewenangnya jalan, tetapi tidak mau mengambil risiko dan menerima konsekuensi. Padahal, seorang pemimpin harus seiring dengan tanggung jawabnya dan siap menerima konsekuensi atas kepemimpinannya. (MDA)